Ilustrasi dokumentasi pribadi Tjiptadinata EffendiÂ
Bagaikan Seteguk Air di Padang PasirÂ
Merujuk pada berbagai peristiwa hidup yang sering dialami dalam lingkungan di mana kita bertempat tinggal, tentu saja sangat beragam. Ada kejadian yang menjengkelkan, tapi ada juga peristiwa kecil yang mampu menghadirkan secercah keceriaan dalam hati. Sebagai contoh aktual dalam hal bertetangga. Ada tetangga yang menyapa dengan sangat santun, "Selamat pagi bapak dan ibu, apa kabar nih?" Sapaan yang sangat sederhana dan sama sekali tidak ada kesan dibuat buat, tapi sangat menyentuh hati.Â
Maka kita pun dengan senang hati akan membalas sapaan "Selamat pagi juga mbak, kabar baik  Mau ngantar anak kesekolah ya mbak? Hati-hati ya mbak" Dan masih dijawab " Baik, bapak ibu, terima kasih, permisi".
Hanya percakapan sangat sederhana, tapi telah menghadirkan secercah kesejukan dalam hati masing masing.
Tapi bila ada tetangga, yang menyapa "Mau ke mana kalian nih?" "Duk" Â ulu hati kita bagaikan tersodok dan reaksi spontan timbul :"Nggak ke mana-mana."
Sama sekali tidak ada keinginan hati untuk melanjutkan komunikasi dengan orang yang telah menyapa dengan cara demikian.
Salah Satu Contoh Sapaan Yang Menyejukkan HatiÂ
MEMBAYANGKAN MASUK SEKOLAH PUKUL 5 PAGI
Belum lama ini Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat mengusulkan agar jam masuk sekolah setingkat SMA di NTT dimajukan menjadi pukul 05.00 WITA. Bagaimana tanggapan Kompasianer mengenai aturan yang diberlakukan di NTT ini?ÂKita memang belum tahu apa ini efektif atau tidak, tapi apakah ini bisa diberlakukan juga di daerah lain? Apakah Kompasianer punya pengalaman masuk sekolah "terpagi"? Bagaimana rasanya? Apa yang Kompasianer rasakan ketika itu? (sumber Kompasiana.com)