Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Pesan Moral yang Dapat Digali dari Tradisi Mudik

12 Mei 2022   18:23 Diperbarui: 12 Mei 2022   18:25 1406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Acara Mudik Sudah Usai,Tapi Pesan Moralnya Patut Menjadi Pelajaran Berharga

Sebagai seorang non Muslim,saya tidak ikut mudik dan tentu saja tidak berhak memberikan penilaian penilaian. Motivasi orang mudik,memiliki warna tersendiri,yang tidak perlu dibahas disini,karena sudah banyak yang membahasnya. Baik yang mudik dengan kendaraan pribadi,sekaligus pamer kesuksesan,hingga yang demi mudik,ikhlas mengesek Kartu Kredit,agar dapat ziarah ke makam orang tua . Biarlah hal tersebut menjadi urusan orang masing masing.Tetapi ada pesan moral mendalam yang dapat saya petik,yakni :" Merawat Tradisi Agar Jangan Punah"  Selain itu sekaligus mengingatkan agar orang jangan sampai seperti :"Kacang lupa pada kulitnya" 

Mudik juga menyirat pesan moral  ,walaupun sudah enak dirantau orang,tetapi tetap tidak melupakan kampung halaman  dan keluarga,serta sanak famili. Mudik sekalgus momentum terbaik,untuk memperkenalkan anak mantu cucu kepada sanak keluarga ,sehingga hubungan kekeluargaan tidak terputus . Tapi semuanya ini hanyalah  sudut padang dari penulis,sebagai :"out sider" yang tidak mengalami sendiri.

"Iri hati" Saksikan Orang Mudik

Sejujurnya,secara pribadi saya merasa malu, karena sama sekali tidak mampu mempertahankan tradisi nenek moyang, Kalau dulu setiap hari raya Imlek,semua berkumpul dirumah orang tua dan makan bersama,walaupun secara sangat sederhana. Tetapi setelah kedua orang tua tiada,tradisi ini secara perlahan menyurut dan menghilang. Masing masing kami merayakan dalam keluarga sendiri sendiri dan tidak pernah lagi berkumpul bersama ,rayakan Imlek. Bahkan hari Tjeng Beng,yang merupakan tradisi,semua anak cucu pulang kampung untuk bersih bersih makam nenek moyang ,seiring dengan perubahanan zaman,sama sekali tidak lagi dilanjutkan.Entah apa jadinya makam kedua orang tua kami,mungkin hanya keponakan yang masih tinggal di Padang yang mengurusnya .

Sama nasibnya perayaan Natal,masih adakah orang yang pulang kampung demi untuk rayakan Natal bersama keluarga ? Sejujurnya,saya hanya merayakan Natal dengan anak mantu dan cucu cucu serta cicit cicit. Sedangkan dengan sanak keluarga,paling hanya via telpon dan WA. 

Pemikiran Mengarah Kenilai Ekonomi

"Daripada pulang kampung,menghabiskan biaya dan waktu,bukankan lebih baik,kirim uang ke kampung halaman dan bayar orang untuk bersihkan makam orang tua?" Begitulah kira kira gaya berpikir ,yang menyebabkan banyak orang yang merasa :"Lebih baik kirim uang,ketimbang pulang kampung." Sehingga tidak tampak titik terang,bahwa acara kumpul kumpul keluarga besar seperti zaman orang tua masih hidup,akan menjadi kenyataan

Tulisan ini,hanya merupakan sudut pandang pribadi dan sama sekali tidak mengatas namakan suku dan komunitas manapun. Jadi seandainya,ada yang keliru,maka kesalahan itu ada pada penulis artikel ini

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun