Yuk Bercocok Tanam
Kalau sekedar bercerita tentu semua orang bisa. Bahkan anak smp pun mungkin bisa mengarang cerita tentang bagaimana ia ikut bercocok tanam dikampung halamannya. Tapi menulis ataupun bercerita itu tidak sama dengan saat mempraktikkannya.Â
Bahkan dapat dikatakan berbeda bagaikan bumi dan langit. Betapa tidak,bercerita bisa dilakukan sambil minum kopi dan tertawa tawa.Tapi turun kelapangan dan berjemur diteriknya sinat mentari ,serta berpeluh saat mencangkul tanah,beda total dengan duduk menulisÂ
Kalau dalam hal tulis menulis,mungkin saking piawainya menulis,maka tulisan tentang cara bercocok tanam atau menjadi Petani mileneal akan dibaca ribuan orang . Terkagum kagum akan cara menguraikan dari sudut pernak pernik pertanian ataupun perkebunan. Tapi mengaplikasikannya di lapangan terbuka,dimana tidak ada komentar yang memotivasi,bahkan tak ada orang yang melirik,sungguh membutukan kesadaran mendalam. Bahwa bercocok tanam itu,selain dari menyehatkan tubuh,sekaligus menyehatkan jiwa dan tak kalah pentingnya,memanfaatkan tanah sebagai karunia Tuhan.
Melalui tulisan ini,ada pesan bagi kaum mileneal agar jangan cepat berpuas diri,karena sudah mampu menuliskan kisah tentang pertanian dan cocok tanam dan mendapatkan sanjungan dari ratusan pembaca. Jangan lupa untuk mencoba mengambil cangkul dan mulai mencangkul tanah dan menamami dengan apa saja yang kiranya bermanfaat.
Sebelum sebuah teori dibuktikan dengan cara mengaplikasikan secara nyata dalam kehidupan,maka selamanya akan tinggal semata mata sebagai sebuh karya tulis yang indah dan memukau,tapi hanya bersifat "rancak dilabuah" menurut peribahasa dikampung halaman kami. Karena hanya sebatas wacana dan rencana,namun tidak pernah dibuktikan secara nyata
Nah,kaum mileneal.jangan mau kalah dari  Kongco dan Makco yang masih mencangkul dan mulai bercocok tanam,walaupun hanya sejenngkal. Karena mendirikan gubuk dialam nyata,jauh lebih bermanfaat ketimbang membangun istana di angan angan. Bukankah begitu ?
Tjiptadinata Effendi