Zaman Sebelum Era Milenial
Kisah ini terjadi sudah lebih dari setengah abad yang lalu,yakni semasa saya masih duduk di SMA Â .Sebagai gambaran,saya termasuk salah satu dari orang yang disebut "manusia 5 zaman" Karena lahir di era Dai Nippon,yakni 21 mei 1943. Kemudian zaman Belanda,Zaman kemerdekaan,Zaman Orde lama,Zaman Orde Baru dan Zaman mileneal. Kalau benda benda yang sudah berusia lebih dari tiga perempat abad,mungkin sudah dikategorikan sebagai :"herritage building " ,tapi karena saya bukan bangunan,maka mungkin dikategorikan :"manusia purba modern"
Dalam keluarga kami yang total 11 orang bersaudara, 9 diantaranya adalah laki laki ,tapi 2 adik saya yang paling kecil meninggal sewaktu masih kecil. .Dan saya anak ke 8 dari urutan usia  .Persis diatas saya adalah kakak perempuan saya .Dari mulai sabun mandi sudah dipisahkan.Â
Semua saudara laki laki termasuk saya,mandi dengan menggunakan Sabun Cap Tombak ,sedangkan kedua kakak perempuan saya mandi dengan menggunakan sabun Lux ,yang waktu itu sudah termasuk mewah.Â
Tidak ada yang namanya samphoo atau conditioner dan sebagainya. Â Dalam kamar saudara laki laki,termasuk kamar saya tidak ada cermin. Â Satu satunya cermin adalah yang di kamar mandi,yang sekaligus digunakan untuk mencukur kumis dan jenggot. Kakak perempuan punya cermin mini ,
Dulu saya tidak kenal dengan namanya Minyak Rambut,tapi dikamar kakak laki laki saya ada minyak rambut,yang kalau tidak salah,namanya Pomade . Selain itu hanya ada sisir dan tidak ada minyak wangi ,apalagi bedak dan entah apa namanya. Kalau saya sisir rambut,tidak perlu pakai cermin,karena rambut saya dicukur pendek,agar tidak perlu sering sering ke tukang cukur dibawah pohon asam .
Laki Laki Bersolek? Wuih. Banci !
Ini kisah dulu ,jadi kalau ada pria mileneal yang pesolek,jangan tersinggung ya. Kalaupun tersinggung ya apaboleh buat,saya hanya cerita tentang  kehidupan masa lalu.Â
Nah, tentang cara rapi ala dalam keluarga kami,ternyata terjadi juga dalam keluarga para tetangga. Kalau ketahuan ada salah seorang pria yang bersolek atau tercium bau parfum ,maka dalam waktu dan tempi sesingkat singkatnya,orang sekampung heboh "Oiii anak si anu ,namanya si Anu ,ternyata banci.Â
Masa iya laki laki pakai parfum ? " Tepatnya istilah yang digunakan dikampung halaman saya,sesungguhnya bukan "banci" tapi "Bujang Gadih" Â .(bujang - remaja laki laki / gadih - gadis ).Â
Maka "gelar kehormatan " ini bukan hanya mempermalukan diri yang bersangkutan,tapi juga menodai nama baik seluruh keluarganya. Bahkan dijadikan "ikon". Kalau ada yang bertanya:"Maaf nak,rumahnya pak Rudy yang mana ya?"Maka akan dijawab,:"Ooo pak Rudy yang anaknya banci itu?" Dan gelar ini ,tetap bertahan hingga yang bersangkutan beranak cucu. Sadis banget ya,? Tapi begitulah kejadiannnya dan begitulah saya menuliskannya
Jadi Kebiasaan Hingga Menua
Karena sudah terbiasa sejak masih remaja,hidup dalam tradisi masa lalu,maka hal ini terbawa hingga saya dewasa,bahkan hingga sudah berusia 78 tahun. Saya tidak pernah memakai parfum,kecuali minyak kayu putih atau minyak angin cap lang,bila perut saya nggak enak . Â Tapi mandi sudah ada kemajuan,yakni tidak lagi menggunakan sabun cuci pakaian untuk mandi,tapi sudah menggunakan sabun yang disediakan isteri tercinta,entah apa namanya,mana tahu saya.
Pakai shampo? Ya bila sudah dinyinyirin sama isteri,barulah saya pakai shampoo . Kemudian sehabis mandi dan ganti pakaian,isteri saya teriak:"Hai koko,rambutnya belum disisir ."Â
Wah ,baru ingat,benar saya belum sisir rambut. Terus kembali ke kamar untuk bercermin ? No way, sisir bisa sambil jalan dan kemudian tanya ke isteri : "Sudah ganteng suaminya ,sayang ?" Dan kalau dicubit,petanda saya sudah dianggap rapi.
Ketularan Sama  Isteri
Saking cintanya isteri pada saya,sampai sampai gaya hidup saya juga ditiru heheh. Â Ada selusin parfum ,hadiah dari anak mantu cucu yang berbaris dalam kamar,tapi tidak pernah disentuh oleh isteri saya. Â
Sewaktu masih di Jakarta,salah seorang sahabat bisnis ,asal India datang bertamu kerumah kami di Wisma Indah dan mengajak kami makan malam.Â
Maka saya mengiyakan dan memberitahukan kepada isteri saya. 10 menit kemudian,isteri saya sudah siap untuk berangkat ke restoran. Mr.Suresh ,tamu kami kaget dan bilang :"Wah ,luar biaya nyonya, 10 menit sudah klar. Kalau isteri saya ,paling cepat satu jam, berdandan ,baru siap"
Dalam kamar kami tidak ada cermin untuk berhias,bukan tidak mampu beli,tapi isteri saya bilang :"Nggak usah ah,cermin kecil saja sudah cukup" . Makanya kami berdua ,tidak pernah berantem,karena sifatnya persis sama  heheh .Kalau ke Kondangan,barulah isteri saya agak lebih lama 5 menit menata diri .Â
Eee ternyata sifat ini jadi warisan sama anak anak kami. Ya mau apalagi.,karena sudah ada peribahasa :"Buah tidak akan jatuh jauh dari pohon ya. "Dengan gaya hidup apa adanya ini,ternyata tidak bikin sebel orang menunggu . Diajak kemana saja ok..cuma 10 menit ,klar dan siap untuk berangkat .Nah,ini gaya story telling ala saya ,jadi kalau ada diantara pembaca yang termasuk dalam kelompok pria melambai,jangan marah pada saya ya. Kasihan saya kan sudah "kakek buyut "
History dari era sebelum era mileneal
Tjiptadinata EffendiÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H