Dokumentasi pribadiÂ
Bila Tidak Mungkin Meringankan Beban Orang Minimal  Kita Dapat Menghibur
Sejak  makluk "Alien" yang namanya cantik "Corona" tapi menebar maut seluruh jagat raya, kita sudah mendengarkan jerit kematian dimana mana .Â
Pada awalnya ,kita masih santai dan bersikap seakan akan :"musuh masih jauh" Tetapi semakin hari sadar bahwa musuh sudah didepan mata. Satu persatu sahabat karib,bahkan kerabat kita direnggut paksa oleh Corona.
Kemarin masih sempat bercanda ria via telpon,tapi dua hari kemudian ada telpon masuk:" Â Papa sudah meninggal,mohon maafkan bila ada kesalahan papa" Â .Serasa belum mengering air dimata ,tetiba ada telpon masuk lagi:" Kemarin mama sesak nafas dan dilarikan kerumah sakit, tapi seluruh kamar penuh ,sehingga terpaksa dibawa pulang kerumah .Dan setengah jam tiba dirumah ,mama sudah tidak mampu bertahan lagi" .
Sedang terpana dan rasa tidak percaya akan apa yang didengar,masuk lagi pesan " Om.. hari ini persis 7 hari mama meninggal,papa menyusul. Saya tidak tahu lagi harus berbuat apa Om?" Â Â
Tulisan ini bukan fiksi dan bukan hasil rekayasa imaginasi,tapi sungguh telah terjadi  Sehingga setiap ada telpon masuk,apalagi dimalam hari,jantung terasa berdetak lebih kencang . Serasa hidup bagaikan duduk diatas bara api. Terus apakah kita tega menyimpan ponsel dalam lemari dan menguncinya ?  Kita bukan tipe manusia yang sudah mati rasa. Inilah hidup yang tidak selalu indah bagaikan kisah sinetron, terkadang terasa sangat menyakitkanÂ
Merawat Agar Jangan Sampai Hari Nurani MatiÂ
Salah satu cara agar kita dapat mengelola hati,agar nurani jangan sampai mengering dan mati rasa, adalah dengan menunjukkan kepedulian kita terhadap keluarga yang sedang dilanda kedukaan yang mendalamÂ
Antara lain:
- sampaikan rasa duka kitaÂ
- memberikan perhatian dengan setulus hati
- membantu bila memungkinkan
- tunjukan bahwa diri kita ada disaat ia membutuhkan