But By Love, Benar Nggak Ya?
"Ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan".
Sejujurnya saya belum mampu menerima hal ini sebagai landasan hidup saya. Saat saya dikhianati oleh seorang sahabat baik sehingga saya ditangkap di tengah malam buta di Hotel Sahid kota Manado, sungguh saya tidak dapat memaafkan pelakunya. Kalau ketemu, pasti akan saya hajar hingga modar. Karena saya berada dalam tahanan Polisi, maka dalam hati saya mengutuki sahabat saya tersebut dengan segala sumpah serapah. Ini adalah pengakuan yang jujur dari saya, karena saya paling benci orang munafik karena itu saya selalu berusaha untuk jangan sampai menjadi manusia yang munafik.Â
Pada waktu itu, setiap kali saya mendengarkan  kalimat "Ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan" kembali menyentak rasa kemanusiaan dalam diri. Secara serta merta pikiran dan hati saya menolak. Bagaimana mungkin  saya dapat memohonkan pengampunan bagi orang yang sudah menghancurkan hidup saya? Demikianlah suara hati saya menggelora, melecut seluruh sendi sendi kehidupan saya. Dan sekali lagi, sejujurnya, saya belum mampu menerima hal ini sebagai bagian dari  keimanan saya. Saya bisa memaafkan dan tidak membenci orang orang yang sudah menyakiti hati saya secara luar dalam, tapi untuk berdoa bagi mereka, sungguh belum mampu saya lakukan.Â
Hatred Cannot Be End By Hatred, but By Love
(Kebencian Tak Dapat Dihapus dengan Kebencian, melainkan dengan Kasih)
Namun setelah melakukan retreat atau perenungan pribadi, saya baru merasakan bahwa benar, manusia tidak dapat hidup dengan memelihara kebencian. Karena kebencian yang dibalas dengan kebencian, akan menghadirkan kebencian yang lebih mendalam Tidak ada lagi ketentraman dan kelegaan, apalagi yang disebut namanya kebahagiaan. Tak ada lagi ketawa ceria dan tak ada lagi ruang untuk merasakan ketenangan, serta kedamaian hidup. Karena pikiran, hati, dan seluruh perasaaan diliputi energi negatif. Setiap kali mendengarkan nama orang yang sudah menghianati, terasa seakan luka lama menganga  lagi. Sehingga tidak pernah dapat merasakan kedamaian dalam hati. Ibarat terang dan gelap tidak mungkin berada bersamaan pada suatu tempat tertentu.
Karena itu saya yakni dan percaya bahwa hidup itu sungguh merupakan sebuah proses pembelajaran diri tanpa akhir. Learn from the cradle to the grave - belajar sejak dari buaian, hingga keliang lahat. Ujian di Universitas Kehidupan, jauh lebih sulit dibandingkan dengan ujian di Universitas manapun di dunia ini. Menjalani hidup tanpa ada rasa kebencian dan dendam yang tersisa dalam hati, sungguh merupakan kenikmatan yang tiada taranya. Semoga damailah hati kita semuanya.
Hanya sebuah renungan di akhir pekan.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H