Sebuah Kontemplasi Diri
Membasa tulsan dari Pak Irwan Rinaldi Sikumbang,yang kebetulan adalah orang sekampung saya,membuat saya jadi melakukan "olahbatin" .Tulisan yang berjudul :" Pamer Ibadah di Media Sosial"tidak hanya lewat selayang pandang,tapi terbayang bayang hingga jelang saya tidur mendekati tengah malam. Bukan menimbulkan keresahan,tapi memotivasi saya untuk melakukan introspeksi diri.
Kalau dalam hal Pamer Ibadah,ya secara spontan saya mengatakan :"bukan saya",karena jangankan dikataka mau pamer Ibadah,malahan saya termasuk tipe orang yang sama sekali tidak agamis. Sejujurnya,kalau saya diminta untuk melafazkan salah satu ayat dari Kitab Suci agama yang saya imani,saya  sungguh tidak mampu. Karena memang tidak pernah menghafal ayat ayat . Yang saya hafal hanyalah doa doa yang sejak dari duduk di Sekolah Rakyat diucapkan dibangku sekolah. Selebihnya doa saya,adalah doa yang terbit dari lubuk hati secara pribadi
Dari Ibadah Beralih  ke Ruang Kehidupan Lainnya
Karena di urusan Ibadah tidak ada yang dapat saya banggakan,sehingga secara otomatis tidak ada pula yang dapat saya pamerkan,maka pilkian saya beralih ke ruang kehidupan lainnya. Antara lain secara tanpa sadar saya telah  pamer:
- pencapaian dalam hidup
- tentang kepedulian saya terhadap penderitaan orang lain
- tentang kemiskinan yang pernah kami lalui selama bertahun tahun
- tentang limpahan kasih sayang dari ketiga orang anak anak kami
- dan seterusnya
Terpulang Kepada Niat
Dibagian lain,pak Irwan Rinaldi Sikumbang,juga menulis :"Tetapi kita tidak secara serta merta "mengharamkan" setiap postingan tentang Ibadah,karena disisi lainnya,boleh jadi niatnya adalah untuk menginspirasi dan sekaligus memotivasi . Artikel karya tulis dari pak Irwan Rinaldi Sikumbang ini,menurut saya pribadi,sarat dengan pesan moral yang mendalam. Dan sama sekali jauh dari bersifat menggurui.
Mengingatkan,bahwa setiap tulisan yang kita postingkan ,harus dipikirkan untuk meminimalisir kemungkinan bermetamoforsa menjadi :"Pamer Diri"..Sehingga walaupun niat awal kita adalah sangat baik,yakni agar tulisan kita mampu menjadi inpirasi bagi orang lain,bahkan sekaligus memotivasi bagi orang banyak untuk bangun dan berbenah diri.Â
Saran dan Krtik Jangan Sampai Menghentikan Langkah
Alangkah eloknya,bila saran dan kritik,kita jadikan introspeksi diri dan jangan sampai menghentikan kita menulis. Seperti yang sudah pernah saya tuliskan beberapa waktu yang lalu,ada saran yang disampaikan secara pribad lewat WA. :"Mohon maaf pak Tjip. Tulisan tentang anak anak pak Tjip yang menyayangi bapak,tentu saja adalah hal yang wajar.Tapi cerita tentang putra pak Tjip menghadiahkan mobil Nissan X -Tray,menurut saya adalah :"too good to be true" Pak Tjip tahu berapa harga mobil Nissan X trail? 400 juta rupiah pak...dan seterusnya "
Saya terpana mendapatkan reaksi yang semacam ini,tapi tentu saja saya tidak marah,melainkan saya jadikan introspeksi diri,untuk selanjutnya saya lebih berhati hati dan menahan diri ,agar jangan sampai niat baik,menjadi :"Pamer diri " di media sosial,termasuk di Kompasiana ,Rumah kita Bersama ini