Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kapan Seseorang Disebut Sudah Mencapai Akhlak Mulia?

3 Mei 2021   14:03 Diperbarui: 3 Mei 2021   14:07 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Satu Lagi Pelajaran Berharga

Pagi tadi kembali sebuah tulisan hasil karya dari seorang guru teladan dan sekaligus seorang Kompasianer telah membahas tentang bagaimana menjadi seseorang dapat meraih tingkatan :"Akhlak Mulia " .Jadi bukan hanya dalam strata antara para Penulis saja yang dapat dibagi atas beberapa kriteria,ternyata dalam hidup nyata,juga telah terjadi pembagian manusia berdasarkan akhlaknya. 

Saya mencoba me-reka - reka ,bahwa manusia dapat dikriteriakan berdasarkan point yang terdapat pada akhlaknya,antara lain:

  • orang yang sudah jebol akhlaknya alias tidak bermoral
  • orang yang "so so" atau "begitu begitulah",dibilang jahat  tidak,tapi dibilang baik? (saya mengaku termasuk golongan ini)
  • orang baik dalam arti kata mendapatkan angka 7 dalam penilaian akhlaknya
  • orang yang sudah mencapai akhlak mulia atau mendapatkan angka 9 dalam penilaian akhlaknya

Tentu saja hal ini,hanyalah cara orang yang sama sekali tidak paham akan masalah Akhlak Mulia .Tapi filosofi hidup yang selalu mendasari setiap langkah saya adalah bahwa :"Hidup adalah sebuah proses pembelajaran diri tanpa akhir"  

Ada peribahasa :"Tuntutlah ilmu setinggi tingginya ,sampai ke negeri Cina sekalipun" Inipun sudah saya jalani.bahkan saya telah menjelahi Tibet,yang disebut sebagai "The roof of the world" atau atap dunia"juga sudah saya jalani ,untuk menemukan jalan ,menjadi orang baik. Tetapi ternyata semua pelajaran hidup yang telah saya tekuni selama puluhan tahun,masih terasa sangat kurang. Saya merasa masih harus belajar terus,seperti kata peribahasa :"Learn from the cradle into grave"

Jangan Melihat Siapa Yang Berbicara,Tapi Dengarkanlah Apa Yang Dikatakannya

Mindset ini juga menjadi patokan bagi saya pribadi dalam menimba ilmu di Universitas Kehidupan ini. Seperti yang sudah pernah saya tulis, yakni saya belajar dari seorang Pengamen di Alaska,bagaimana menyukuri karunia Tuhan. Begitu juga dalam "mata pelajaran" hidup lainnya,saya selalu berpedoman seperti ini,yang dapat dijadikan kilas balik:"Jangan melihat siapa yang menulis,tapi bacalah apa yang dituliskannya" 

Karena itu, walaupun tulisan tentang "akhlak mulia " ini ditulis oleh Kompasianer yang bernama Ozy,yang dari segi usia adalah setingkat cucu kami,tapi dalam hal belajar,sama sekali tidak ada halangan,bagi orang tua belajar dari anak muda

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun