Semua Akan Indah Pada Waktunya
Sebagai anak ke 9 dari total 11 orang kami bersaudara, seibu dan sebapa, hidup kami sarat dengan keringat dan air mata. Ayah saya awalnya Sopir Truk antar kota dan kemudian menjadi Kusir Bendi.Â
Saya dan adik saya ke sekolah jalan kaki dari rumah kami yang berlokasi di Pulau Karam menuju ke rumah sekolah yang berlokasi di jalan Chairil Anwar.Â
Untuk mengambil jalan pintas, kami setiap pagi melintasi kuburan yang ada di jalan Kampung Sebelah.Â
Dari nama "Pulau Karam" tidak perlu lagi dijelaskan mengapa namnya pulau karam karena setiap kali hujan lebat atau air pasang naik. Maka rumah kami kebanjiran. Karena persis di belakang rumah orang tua kami terdapat Kali Kecil yang menyambung ke Sungai Batang Arau.
Dari rumah sepatu kami pegang dan baru dipakai ketika akan memasukki pekarangan rumah sekolah di SR RK II agar sepatu bisa hemat hingga 3 tahun.
Sewaktu jam istirahat anak anak lain makan sate atau lontong ,saya diam diam pergi ke toilet dan minum air leding demi mengurangi rasa lapar. Karena jangankan uang jajan untuk makan sehari hari saja sudah susah. Ibu kami setiap pagi menyediakan ubi rebus atau pisang rebus yang diambil dari kebun dibelakang rumah.Â
Lulus SMA saya kerja setahun di PT Hanico yang berlokasi di Jalan Batang Arau kota Padang, untuk mengumpulkan uang membayar uang kuliah.
Dan sejak kami menikah tahun 1965, kami pindah ke Medan dan bertekad hidup mandiri dan kisah hidup selanjutnya sudah pernah saya tuliskan sehingga tidak perlu diulangi lagi karena hanya akan menimbulkan rasa bosan bagi orang yang membacanya.
Kemudian ketika kedua orang tua kami kedua belah pihak meninggal dunia tidak satu senpun harta warisan yang kami ambil yang saya simpan adalah selembar pakaian bekas dari ibu dan ayah saya sebagai kenang kenangan.Â