Belajar Kearifan Hidup Dari Kondisi Yang Tidak Mengenakkan
Menjalani masa masa lockdown yang awalnya hanya 3 hari dan kemudian diperpanjang ,sangat terasa kebebasan diri terkekang. Â Biasanya,setiap hari setelah membereskan urusan bersih bersih rumah,kami keluar rumah untuk refreshing. Tidak peduli cuaca bagus ataupun mendung,saya dan isteri pasti memanfaatkan kendaraan hadiah dari putera kami untuk jalan jalan.Â
Kalau ada keperluan,kami ke Sphudshed  yang merupakan Oriental market,dimana hampir seluruh kebutuhan dapur sebagai orang Indonesia bisa terpenuhi. Bila masih ada yang kurang,kami melanjutkan berbelanja ke Asean Shop,yang disini namanya :"OK" Dan bilamana persediaan makanan masih cukup,maka kami alihkan memanfaatkan waktu dengan berkunjung ke Taman Umum atau ke tepi pantai atau ikut dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh berbagai komunitas.  Seperti kata peribahasa :"Dimana bumi dipijak,disana langit dijunjung.
Serasa Menjadi Tahanan Rumah
Tapi sejak diberlakukan lockdown secara ketat, sangat terasa seakan menjadi tahanan dirumah sendiri. Apalagi setelah membaca berita,seorang wanita didenda 1000 dolar,karena tidak mengenakan masker. Â Untuk menghindari kebosanan sepanjang hari dirumah,maka kami menghibur diri.bahwa bersyukur,dirumah persediaan makanan lebih dari cukup untuk persiapan selama dua minggu ,bila lockdown terus berlanjut.Â
Tetapi sejujurnya ,saya tidak dapat membohongi diri sendiri,bahwa menjalani masa masa lockdown ,dimana harus menahan diri dalam banyak hal tidaklah mudah. Baru tiga hari menjalani lockdown,rasanya sudah sangat membosankan. Terasa benar,bahwa kebebasan bisa kemana mana,sungguh suatu hal yang patut disyukuri .Hal yang selama ini kurang mendalam saya pahami dan baru dikala ,kami tidak bisa lagi kemana mana,karena diberlakukan lockdown ,terasa banget bahwa kebebasan itu sangat berarti
Kembali Kejudul
Dalam situasi seperti ini,saya ingat tentang umat Islam yang menjalani Ibadah Puasa,sungguh banyak pelajaran hidup yang dapat dipetik selama menjalani ibadah puasa. Setidaknya dapat merasakan,betapa susahnya menahan lapar dan haus ,yang selama ini hanya orang miskin yang tahu arti dan makna lapar dan haus,karena kondisi ekonomi yang memaksa .Dan saya salah seorang yang pernah merasakannya.
Kini setiap kali terbayang kejadian tersebut, keringat dingin saya keluar. Setiap kali bayangan masa lalu yang menakutkan timbul, saya mencoba menghibur diri, bahwa hal tersebut hanyalah impian buruk yang sudah berlalu. Tapi saya tidak dapat membohongi hati kecil ,bahwa sesungguhnya  saya gentar setiap kali masa hidup yang getir melintas dalam angan . Rasa takut yang semakin melambungkan rasa syukur kepada Tuhan,bahwa semuanya sudah berlalu.
Seandainya saya harus ikut berpuasa,saya tidak yakin akan mampu melakukannya,apalagi sampai satu bulan . Saya tidak ikut berpuasa,tapi saya mencoba merefleksikan kedalam diri ,bahwa setelah merasa lapar,kita akan semakin menyukuri makanan yang ada. Setelah merasakan sakit,baru tahu menghargai sebuah kesehatan Â
Hanya sebuah renungan dari sudut pandang orang awam,yang tidak ikut berpuasa yang mencoba menjadikannya sebuah refleksi diri.