Tapi Bukber Virtual  Makanan Yang Miskin  Tampak Benar Bedanya, Benarkah Begitu?
Seperti yang sudah pernah saya tuliskan dalam keluarga besar kami terdiri dari berbagai etnis, Tionghoa, Minang, Jawa, Batak,Nias dan seterusnya dan latar belakang agama yang berbeda.Â
Kalau boleh dipersentase yang beragama Katholik dan Kristen sekitar 40 persen, yang beragama Islam sekitar 40 persen, Buddha sekitar 10 persen dan yang selebihnya tidak pernah menceritakan agama mereka apa.
Karena sudah terbiasa hidup sejak kecil berbaur dengan beragam perbedaan, maka kami sudah terlatih untuk tidak bertanya "Apa agama anda?" Â Kalau datang bertamu kerumah kami dan mau Sholat kami sudah menyediakan kamar khusus untuk itu.Â
Ada beberapa orang yang memilih menjalani hidup sebagai biarawati, tapi setahu saya belum ada yang menjadi Pastor. Kalau Pendeta adalah anak kakak kandung saya, Indra Effendi  dan ada beberapa orang  sudah Haji dan Hajja bahkan beberapa aktif sebagai Ustadz dan tante kami adalah seorang Bhiksuni.
Minggu lalu masuk pesan dari  Erni, salah seorang keponakan cucu saya yang tinggal di Payahkumbuh. Dan karena  Erni sekeluarga beragama Islam, maka dalam bulan puasa ini cerita berkisar sekitar kangen Babuko Basamo, seperti 2 tahun lalu. Dan melebar keperbincangan Bukber Virtual.Â
Tapi saat bercerita tentang Bukber Virtual suara Erni agak meninggi "Onde mande, Bukber Virtual tuh cocok untuk urang kayo Om. Kalau cando awak ko, ikuik Bukber Basamo ibarat mampatontonkan kemiskinan awak. Om dan tante kan ala tahu kondisi iduik kami dikampuang. Kasado urang akan mancaliek apo nan awak makan?" (terjemahan: Aduh Om, Bukber Virtual itu kan cocok untuk orang berduit kalau seperti saya ini ikutan bukber virtual itu sama saja mempertontonkan kemiskinan diri. Semua orang akan melihat apa yang kita makan?")
Saya terpana. Ternyata pertanyaan sederhana "Apakah Erni ikut Bukber Virtual?" ternyata menyebabkan Erni merasa sedih. Kemudian pembicaraan saya alihkan kehal lain bahwa rencana begitu international border dibuka kami akan segera pulang kampung dan kami akan kembali mengadakan acara "makan basamo" walaupun tidak dalam hubungannya dengan bulan puasa.
Sejak Saat Itu Saya Tidak Berani Lagi Bertanya Tentang Masalah Bukber Virtual
Ternyata hal yang menghadirkan kegembiraan bagi suatu komunitas, bisa jadi menciptakan rasa sedih bagi komunitas lainnya. Karena kondisi ekonomi yang berbeda.Â