Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lebih dari Setengah Abad yang Lalu

28 Maret 2021   04:54 Diperbarui: 28 Maret 2021   05:13 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ket.foto: kami makan bersama di Padang 2 tahun lalu sebelum era covid/dokumentasi pribadi

Hubungan Kekeluargaan Kami Berawal dan Tetap Awet Hingga Kini

Hubungan persahabatan tidak semata dijalin antara orang orang yang sesuku dan seiman. Kalau dalam kalangan burung ,memang ada naluri yang mendorong mereka hanya mau berkumpul bersama dengan burung yang sejenis.Bahkan burung yang berwarna putih tidak akan mau bersahabat dengan burung gagak yang berwana hitam.Burung gereja,walaupun postur tubuhnya sama atau hampir sama dengan burung pipit,tetap saja akan memilih sesama jenisnya ,yakni burung gereja hanya mau bermain dengan sesama burung gereja dan begitu juga burung pipit hanya mau bermain disawah bersama burung sejenisnya.Karena memang begitulah naluri alami ,mengatur cara bagaimana mereka bertahan hidup dalam alam semesta ini

ket.foto: kami makan bersama di Padang 2 tahun lalu sebelum era covid/dokumentasi pribadi
ket.foto: kami makan bersama di Padang 2 tahun lalu sebelum era covid/dokumentasi pribadi
Kita Bukan Bangsa Burung

Tapi konon manusia adalah mahkluk Ciptaan Tuhan yang paling mulia diseluruh jagat raya ini. Masa iya mau hidup seperti burung dengan hidup mengelompok dengan sesama jenis ,yang sesuku dan seiman?  Hal inilah yang membuka mata hati kami,untuk mulai keluar dari zona nyaman dan aman .Akibat dari sisa sisa peninggalan politik "devide et impera" dari penjajah, (tempo doeloe) hidup berkelompok di Kampung Cina ,demi untuk mempertahankan diri ,sehingga menciptakan gambaran seakan mereka hidup secara ekslusif . 

Seperti  kata peribahasa:"Bila ingin mengubah dunia,jangan tunggu hingga orang lain melakukannya,tapi mulailah terlebih dulu dari diri anda" Maka kami mulai merangkak keluar dari belenggu tak kasat mata. Mulai membuka diri untuk menjalin hubungan persahabatan dengan "orang orang bukan sesuku dan bukan seiman" Salah satu keluarga adalah keluarga "Zein" yang tinggal di Parak Kambie di kota Padang. Modal kunjungan adalah karena Erwin Zein anak dari keluarga ini,adalah murid saya di SD St,Fransiskus RK 2 di Padang

Kami mulai berkunjung dan pada waktu itu masih ada "Angku" (Engkong) dan  Pak M.Zein bersama isteri . Kami diterima dengan hati yang terbuka dans sejak itu kami saling berkunjung dan terjalinlah hubungan keluargaan ,walaupun saya sudah tidak lagi menjadi guru

Setengah Abad Berlalu Hubungan Kekeluargaan Kami Tetap Awet

Hingga kini,hubungan kami tetap awet.Walaupun Angku dan kedua orang tua mereka sudah lama almarhum,tapi hubungan kekeluargaan kami tidak luntur oleh perjalanan waktu .

Seperti kata peribahasa di kampung halaman saya:"

" Tak lapuak dek hujan ,Tak lakang dek paneh"  yang artinya :"Tidak lapuk oleh hujan,maupun panas" Satu lagi bukti,bahwa :

Perbedaan  bukanlah sebuah kutukan,melainkan sebuah berkah ,asal saja kita sama sama mau membuka hati 

Renungan di hari Minggu pagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun