Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jiwa Mengajar Tidak Pupus Dimakan Zaman

26 Maret 2021   09:37 Diperbarui: 26 Maret 2021   09:43 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Kendati Sudah Alih Profesi

Saya dan isteri sama sama berlatar belakang pendidikan di IKIP - Institute Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Padang.Kampusnya dulu berlokasi di Air Tawar kota Padang. Pada waktu itu Rektor IKIP adalah Prof.Isrin Nurdin. Tapi jurusan kami berbeda, yakni saya jurusan Bahasa Indonesia sedangkan isteri jurusan Exacta (Ilmu Pasti Alam). Tapi setelah kami menjalani hidup sebagai guru, dengan gaji yang pada waktu itu hanya sekitar belasan ribu, selama bertahun tahun, tak tampak ada titik cerah bahwa hidup kami akan berubah. Sebaliknya sudah merasakan bahwa bila kami tetap menekuni profesi sesuai judul, maka kami akan menghadapi masa depan yang suram. Dan hal ini sudah dirasakan oleh putra kami yang pada waktu itu baru satu orang, yakni Irmanyah Effendi. Walaupun kami berdua mengajar dan masih ditambah lagi dengan mengajar privat less dan saya menjual kelapa, tetap saja nasib semakin membeku.

Harus Berani Mengambil Resiko Dikala Masa Depan Terancam

Dalam kondisi yang semakin terdesak, akhirnya saya memutuskan untuk memutar haluan. Keluar dari judul yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, yakni dari seorang guru yang mengajar di SD dan di SMP sore harinya, alih profesi menjadi pedagang. Perjalanan hidup yang panjang dan berlika liku, kami jalani dengan tekun dan kerja keras dan cermat. Bersyukur, akhirnya nasib kami berubah total.  Walaupun sudah alih profesi secara total tapi jiwa sebagai seorang guru, tidak pupus oleh kesuksesan dibidang bisnis dan juga tidak pupus oleh perjalanan waktu.

Kami Pensiun dan Kembali Mengajar

Singkat kisah, setelah ketiga anak kami selesai studi  dan masing masing sudah berkeluarga, maka secara finansial tugas kami sebagai orang tua pun selesai. Kami memutuskan untuk pensiun dari dunia bisnis dan kembali ke habitat kami, yakni mengajar. Walaupun beda ruang dan beda materi, serta audience yang duduk di bangku, tapi intinya kami kembali ke profesi di mana kami seharusnya berada, yakni dalam bidang belajar dan mengajar, Kami baru memahami bahwa jiwa guru, tidak akan pernah pupus oleh alih profesi maupun perjalanan waktu yang panjang.

Hingga kini, kami masih mengajar Online secara berkala, walaupun tidak lagi mendapatkan bayaran apapun. Kami puas dapat kembali hidup sesuai dengan passion kami, yakni menjadi guru

Pesan moral yang ingin disampaikan melalui tulisan sederhana ini adalah:

"Jangan terpancang pada passion. Ada kalanya kita harus berani memutar arah untuk alih profesi, bila masa depan keluarga  kita terancam. Apa gunanya julukan "Pahlawan tanpa tanda jasa, bila untuk ini kita harus mengorbankan masa depan anak anak kita?"

Hanya sebuah renungan di siang ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun