Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Meretas Belenggu Diri

8 Februari 2021   10:22 Diperbarui: 8 Februari 2021   10:27 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ket, foto: hidup damai dalam keberagaman bukan dalam slogan, tapi dalam hidup nyata/dokumentasi pribadi

Agar Dapat Bergaul Dengan Siapa Saja

Penghalang terbesar dalam pergaulan adalah belenggu diri,sehingga tidak memiliki kebebasan untuk bergerak. "Belenggu "dimaksud tentu tidak merupakan belenggu secara phisik,melainkan belenggu yang tidak kasat mata,yakni "menempatkan diri terlalu tinggi"

Untuk tidak menyingung siapa siapa,saya ambil contoh diri saya sendiri. Bila saya terpancang pada rasa tinggi hati,maka saya tidak mungkin dapat bergaul secara bebas dengan siapapun. Misalnya:

  • Tjiptadinata Effendi - President of Indonesian Reiki Association
  • Tjiptadinata Effendi - Founder and Chairman and the Owner of Yayasan Waskita Reiki
  • Tjiptadinata Effendi - The Author of National Best Seller Books version Gramedia Group
  • Tjiptadinata Effendi - The only one Maestro in Kompasiana Group  

ket.foto: segala perbedaan bukanlah alasan untuk tidak saling bersahabat/dokumentasi pribadi
ket.foto: segala perbedaan bukanlah alasan untuk tidak saling bersahabat/dokumentasi pribadi
Dan seterusnya dan seterusnya

Bila ini yang ada dalam pikiran saya,maka secara tanpa sadar saya sudah membangun dinding penjara bagi diri sendiri. Dan walaupun bukan dalam keartian "penjara" secara phisik,tapi secara nyata dan akual,pemikiran semacam ini membelenggu diri saya,sehingga tidak lagi bebas bergaul dengan orang lain. Merasa bahwa orang lain,"tidak selevel" dengan diri kita,menyebabkan lahirnya kesombongan diri.

ket.foto: kami diterima bukan hanya dengan tangan terbuka, tapi juga dengan hati terbuka,diseluruh nusantara./dokpri
ket.foto: kami diterima bukan hanya dengan tangan terbuka, tapi juga dengan hati terbuka,diseluruh nusantara./dokpri
Maka cara satu satunya,adalah meretas semua belenggu diri dan menempatkan diri kita sebagai orang bebas dalam pergaulan. Kita mungkin merupakan orang nomor satu dalam komunitas kita,tapi dikomunitas lain,kita bukan siapa siapa. Inilah kesadaran diri yang patut menjadi pedoman dalam menjalani hidup ini

Sehingga melalui diri kita,membuktikan bahwa perbedaan bukanlah sebuah kutukan,tapi justru menjadi berkah bagi kita semua untuk saling mengingatkan dan saling melengkapi. Kita harus mampu menjadikan diri kita sebagai:"Slogan hidup" yang menjadi contoh nyata bagi orang banyak'

Hanya sebuah renungan di siang ini.Salam persahabatan dan persaudaraan.

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun