Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Terlalu Banyak Teori, Menikahnya Kapan?

5 Februari 2021   14:15 Diperbarui: 5 Februari 2021   15:06 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ket. dihari pernikahan didampingi papa dan mama saya/dokumentasi pribadi 2 januari 1965

Persiapan keuangan kami,semata mata berasal dari gaji kami berdua selama 2 tahun ,yang kami tabungkan. Tidak ada warisan orang tua,dari kedua belah pihak.Dan kami berdua sudah sepakat,untuk tidak mengambil bagian apapun dari warisan orang tua. Seminggu setelah menikah,kami pindah ke Medan dan menumpang di rumah tante kami.

Disinilah kami baru menyadari ,bahwa cinta itu sangat menyenangkan,tapi tidak mengenyangkan. Kalau ada yang suka nonton Drakor dan mungkin meneteskan air mata,karena sedih. Saya yakin bila kehidupan kami berdua dikala menderita,difilmkan,maka tak ubahnya bagaikan film drama yang menyedihkan. Menjadi pedagang antar kota,Padang -Medan ,bolak balik setiap minggu,menyebabkan bobot tubuh saya terus merosot. 

Gagal berusaha sebagai Pedagang antar kota,uang ludes ,bahkan menyisakan utang pada tante kami. Untuk tidak membebani tante,kami bekerja di PT PIKANI  -Petumbak, deli serdang . Kami ditempatkan di perumahan buruh,yang hanya ada ruang untuk tidur. Untuk masak diluar rumah dan untjuk mandi,harus antri bangun jam 04.00 subuh setiap hari. "Kamar mandi" terbuat dari seng bekas dan hanya menutupi setengah badan. Jadi wanita yang mandi harus berjongkok. Kalau berdiri,maka akan jadi tontonan orang yang juga antri mau mandiDua kali diserang Malaria,karena pemondokan kami lokasi dipinggiran hutan. 

Pulang Kampung Karena Gagal Merantau'

Gagal dirantau orang,menyebabkan kami terpaksa pulang kampung dengan menahan malu. Pulang kampung,hidup kami tidak semakin membaik,melainkan semakin parah. Tiada hari tanpa air mata. Apalagi menyaksikan putra pertama kami,kurus pucat dan sakit sakitan,tapi tidak ada uang untuk berobat. Seluruh pakaian yang laku di jual,sudah diuangkan dipasar loak,bahkan cincin kawinpun sudah dijual. 

Sudah tidak ada lagi air mata,untuk menangis. Maka tangisan kami hanya Tuhan yang dapat melihat dan mendengarnya. 

7 Tahun Kemudian 

Setelah didera oleh penderitaan lahir batin dan menjadi bahan olok olokan orang,kami tetap berkerja keras dan berusaha untuk dapat mengubah nasib karena kami tahu,meratapi nasib tak akan mengubah apapun .Setiap malam,sebelum tidur,sambil berpelukan kami berdoa dari lubuk hati yang terdalam dan bersyukur,tujuh tahun kemudian Tuhan membukakan jalan  bagi kami untuk mengubah nasib .

Dalam menjalani penderitaan hidup,kami tidak pernah saling menyalahkan . Cinta itu memang tidak mengenyangkan,tapi menguatkan kami untuk mampu bertahan. 

Mahabesarlah Tuhan. Badai kehidupan itu akhirnya berlalu dan kami dapat menikmati hidup secara layak Putra kami yang dulu ikut hidup sengasara bersama kami tinggal di pasar kumuh,kini tinggal di Perth .Kelak ketika putra kedua dan putri kami lahir,kehidupan sudah berubah. Sewaktu putra pertama kami lahir,saya hanya mampu menyemput dengan bendi.tapi ketika putri kami lahir,saya menjemput dengan sedan Corolla 

Kami bersyukur kepada Tuhan, disayangi oleh anak anak ,mantu dan cucu cucu,serta mantu cucu. Saya tidak malu menceritakan,bahwa mulai ari tempat tinggal,kendaraan,Hp ,jaket dan sepatu ,bahkan jam tangan,semua dihadiahkan oleh anak anak kami. Saya tidak pernah membeli apapun. Mau apalagi kalau bukannya bersyukur?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun