Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jatuh Cinta Itu Semudah Membalik Telapak Tangan

8 November 2020   05:12 Diperbarui: 8 November 2020   15:57 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian yang Sulitnya adalah Merawat Cinta hingga Sama Menua

"Jatuh cinta, berjuta rasanya tra lala lala..." sepotong kalimat yang dulu pernah ngetop. Atau lirik lagu dalam bahasa Inggris: "Love is a many splendored thing.."  Atau lirik lagu lainnya: "Kisah cinta, kisah surga yang pernah kualami.."

Pokoknya kisah cinta selalu menarik untuk dibahas dan didengar. Bahkan di usia sudah tiga perempat abad, saya masih senang bercerita tentang cinta. Buktinya adalah tulisan ini, yang khusus membahas tentang pernak-pernik cinta.

Jatuh cinta itu sangat mudah, semudah membalik telapak tangan. Makanya ada istilah: "Love at the first sight" (cinta pada pandangan pertama). Bertemu saling melirik dan ketika dua pasang mata beradu, jantung terasa berdebar-debar.

Untuk beberapa detik, dua insan seakan terhipnotis oleh daya magis dari cinta sehingga bagaikan dua orang memperagakan pantomim. Diam dan tak bergerak serta tak berkata apapun, namun keduanya sudah jatuh cinta.

Hal ini pernah saya alami saat pertama kali jatuh cinta yakni tahun 1961, di kala saya duduk di kelas 2 SMA Don Bosco Padang.

Dokpri
Dokpri
4 Tahun Berselang

Cinta pada pandangan pertama itu, ternyata tumbuh menjadi pohon cinta. Walaupun kelak ada banyak gadis lainnya yang mencoba merebut hati saya, tapi cinta sudah terpatri pada diri gadis cinta pertama saya. Lalu 4 tahun kemudian, yakni 2 Januari 1965, cinta kami dipertautkan dalam pernikahan. 

Ternyata selesai acara pernikahan, kami berdua dihadapkan pada kenyataan bahwa cinta itu memang menyenangkan, tapi tidak bisa mengenyangkan. 

Orang akan hidup menderita tanpa cinta, tapi bila tidak makan, orang akan mati. Menghadapi kenyataan ini, cinta kami berdua diuji. Ibarat tukang emas menguji apakah sebatang logam adalah sungguh emas murni atau sepuhan, maka logam tersebut dibakar.

Begitulah yang kami rasakan dalam perjalananan hidup kami. Bahtera kehidupan kami bukan hanya diombang-ambing, tapi dibanting ke sana ke mari oleh badai dan topan kehidupan. Kalaulah cinta kami tidak berakar, maka pasti kami akan tumbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun