Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Tua Kaya, Anak Pasti Bahagia?

1 November 2020   05:41 Diperbarui: 1 November 2020   05:44 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : victor.stock.com

Hidup Ini Tidak Dapat Dipatok Secara Matematika

Secara umum telah terbentuk paradigma,bahwa anak anak yang terlahir dari keluarga kaya,sudah pasti akan sangat bahagia. Ada beberapa orang Pembantu Rumah tangga bekerja di rumah. 

Apa mau,tinggal teriak :"Mbak, sepatu saya mana?" Maka dalam hitungan detik,si mbak datang membawakan sepatu anak majikan.Tapi anak Boss tidak mau memasang sepatu sendiri,cukup hanya melonjorkan kakinya dan si mbak yang berjongkok di depannya memasangkan dari mulai kaus kaki, hingga sepatunya. 

Dan sesaat sebelum naik ke mobil,lagi lagi si anak berteriak:" Mbak ,tas sekolah saya mana?" Maka kembali si mbak lari lari mengambilkan tas.  Begitu tiba didepan kendaraan, Sopir pribadi sudah membukakan pintu kendaraan dan bagaikan puteri raja,anak Boss masuk kedalam mobil mewah. 

"Wuih,pasti enak banget hidup semacam itu . " begitu kira kira yang ada dalam pikiran orang yang menyaksikan gaya hidup anak dari keluarga kaya . Maka dipatoklah suatu kesimpulan :"Jadi anak orang kaya itu sungguh sangat berbahagia"

Tapi Kenyataan Membuktikan Lain

Ternyata tidak sedikit anak anak yang orang tuanya,kaya raya  yang hidup dalam kesepian dan kesedihan ,bahkan ada yang terjerums kejalan yang salah. 

Saya pernah secara langsung berkomunikasi dengan seorang gadis remaja ,putri sahabat kami yang kami kunjungi disalah satu pusat rehabilitasi pencandu Narkoba di Kualalumpur. 

Kita sebut saja namanya Mawar ,yang sudah lebih dari satu tahun berada disana. Dengan menangis,Mawar menceritakan bahwa sesungguhnya ia ingin menjadi anak baik baik, tapi rumah orang tuanya ,yang diharapkan menjadi Home Sweet Home bagi dirinya,ternyata malah menjadi bagaikan neraka dunia. 

"Coba Opa dan Oma bayangkan,setiap hari begitu Mawar ada dirumah,yang terdengar adalah pertengkaran ayah dan ibu. Hingga tidak jarang, Mawar membawa makanan dalam kamar,karena tidak ingin mendengarkan kedua orang tua berantem . Padahal dirumah semuanya serba cukup. 

Ada 3 orang Pembantu,tukang kebun dan 2 Sopir pribadi, Satu Sopirnya ayah dan satu lagi sopir ibu,tapi  sama sekali tidak ada tawa dan keceriaan dalam rumah. 

Akibatnya,suatu hari Mawar lari dari rumah  dan menginap di rumah teman. Sejak saat itu Mawar mulai mengenal obat obatan yang menyeret Mawar hingga kecanduan " Dan Mawar tidak mampu lagi melanjutkan ceritanya.

Kisah ini Hanya Sebuah Contoh dari Banyak Kejadian Lainnya

Setelah lama curhat kepada kami,akhirnya Mawar berhasil kami ajak untuk keluar dari Pusat Rehabilitasi ini,yang menurut kami jauh dari haraoan orang tua menitip anak mereka disana. 

Di tempat ini,anak anak yang kecanduan narkoba sungguh sungguh dijadikan semacam komoditas yang akan menghasilkan uang bagi usaha Pusat Rehabilitasi ini.

Bahkan ketika kami datang bersama kedua orang tua Mawar untuk membawa Mawar masih dilhalangi dengan bermacam alasan. Syukurlah akhirnya Mawar dapat dibawa pulang ke Indonesia  dan kemudian melanjutkan studinya hingga selesai, Kami dapat kabar dari Mawar,bahwa ia sudah menetap di luar negeri bersama kakaknya.

Kisah diatas membuktikan bahwa :"Anak orang kaya,pasti bahagia" tidak dapat dijadikan patokan. Karena kebahagiaan bukan semata mata karena melimpahnya harta benda, tapi yang lebih penting adalah curahan kasih sayang dari kedua orang tua. 

Terkadang ,orang tua terlalu sibuk mengumpulkan kekayaan,hingga lupa bahwa kebahagiaan tak dapat dibeli dengan uang . Kami berdua ,memutuskan pensiun dari berbagai kegiatan,karena tidak ingin kehilangan kasih sayang anak cucu.

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun