Indonesia adalah Ibu Kandung yang Telah Melahirkan KamiÂ
Tidak ada yang mengangkat diri saya sebagai wakil dari pada Diaspora, karena diri saya bukan siapa-siapa. Hanya salah seorang dari warna negara Indonesia yang lahir dari perut Ibu Pertiwi, sebelum Indonesia merdeka, yakni di era Dai Nippon, 1943.Â
Image yang selama ini membayangi para diaspora adalah orang orang yang sudah kehilangan rasa nasionalismenya. Bahkan terkadang ada suara yang terasa sangat menusuk, yakni orang yang memilih tinggal di luar negeri adalah para pengkhianat bangsa.
Hidup ini memang sarat dengan penilaian dan kita tidak akan mampu membungkam orang untuk tidak memberikan penilaian.terlepas dari benar tidaknya penilaian tersebut.
Mari kita tanya hati kita masing masing, karena di sana ada jawabannya. Sebaliknya, apakah benar para diaspora adalah orang yang sudah kehilangan rasa nasionalismenya? Bahwa ada satu dua orang Indonesia, yang setelah menikmati hidup enak di negeri orang, tega-teganya menjelek jelekan negeri asalnya, tentu tak dapat dipungkiri.
Janganlah mengeneralisir bahwa semua orang Indonesia yang tinggal diluar negeri adalah orang yang sudah kehilangan rasa cinta terhadap tanah airnya.
Antara Ibu Angkat dan Ibu Kandung
Kalau boleh dianalogikan, hidup di negeri orang kita bagaikan anak angkat. Bayangkan, tidak pernah bayar pajak, tapi seluruh biaya kesehatan di tanggung oleh "ibu angkat".
Dimanja, kartu BPJS tidak perlu bayar iuran apapun dan tidak perlu antrian. Cukup isi formulir dan kirim, maka dalam waktu singkat akan dikirimkan Medicare Card ke alamat rumah.Â
Bagi kami yang sudah senior, mendapatkan Senior Card. Bebas merdeka menggunakan trasportasi seperti bus, kereta api, tram, dan ferry secara gratis. Tetapi betapapun kami dimanja oleh "ibu angkat", kami tidak pernah melupakan Indonesia sebagai Ibu Kandung yang telah melahirkan kami. Karena kami bukanlah tipe Si Malin Kundang.