Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sembarangan Menulis, Hati-hati Dapat Dihantui Rasa Bersalah Seumur Hidup

27 Juni 2020   04:55 Diperbarui: 27 Juni 2020   05:02 878
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://sitiropiah.gurusiana.id/article/2019/

Mohon Maaf Menjadi Tidak Berguna

Dalam perjalanan hidup ini, siapa yang berani mengaku bahwa dirinya tidak pernah berbohong?  Tapi berbohong itu tentu harus diuraikan lebih lanjut, karena yang namanya berbohong basa basi yang tentu tidak termasuk dalam kriteria berbohong sesungguhnya. Misalnya ketika berada dalam lift, saat pintu lift mulai menutup seseorang tiba tiba masuk dengan cepat.

Saking terburu buru tanpa sengaja mengjnjak jari kaki kita dan kemudian sadar bahwa kakinya salah menyasar ke kaki orang lain, maka buru buru minta maaf sambil berkata, "Aduh maaf ya Om, sakit ya Om?" Maka dengan wajah yang diceria ceriakan, kita bilang "Ooo nggak apa apa bu".  

Padahal jari kaki kita serasa remuk diijak oleh tubuh wanita yang berbobot 80 kg dan pakai sepatu hak tinggi lagi.  Jelas satu kebohongan sudah terjadi,tapi pasti kebohongan ini tidak akan dicatat oleh malaikat.

Atau suatu waktu kita bertamu kerumah sanak famili dan bertepatan mereka lagi makan siang. Dan ketika ditanya "Sudah makan Om?" Maka langsung  dijawab, "Oo barusan makan, terima kasih bu" Padahal perut sudak keroncongan, tapi menyaksikan kondisi keluarga yang dikunjungi sangat memprihatinkan, maka kita tidak tega merepotkan mereka. Lagi lagi sebuah  kebohongan, tapi tentu yang dimaksudkan membohongi orang bukan tipe "bohong basa basi semacam ini".

Mengangkat Citra Diri Dengan Menuliskan Kebohongan?

Menulis itu gampang, semudah membalikkan telapak tangan kalau hanya sekedar asal menulis. Tapi yang paling sulit adalah mengontrol diri saat menulis. 

Jangan sampai tergoda, demi mengejar hits atau demi mencapai HL. Nilai Tertinggi dan terpopuler, maka jari tangan gatel menuliskan suatu hal yang sesungguhnya kita tidak tahu sama sekali. 

Dalam bahasa vulgarnya menuliskan suatu kebohongan karena bila sekali kita lepas kontrol bila kelak sadar dan minta maaf, maka percayalah, "Tidak ada maaf bagimu".

Mengapa begitu? Karena sekali kita menuliskan sesuatu yang bersifat hoaks entah demi apapun, maka walaupun kemudian kita  edit ataupun kita delete sudah terlanjur tersebar. Karena dalam konteks ini,tidak ada celah "delete for everyone" Apalagi bila tulisan kita sudah di sharekan dimana mana dan bila kebohongan ini menyangkut ke ranah hukum, maka kita akan dihantui rasa bersalah sepanjang hayat. Sebagai salah satu contoh,silakan dibaca kutipan dari tulisan yang pernah saya publishedkan beberapa tahun lalu,yang sudah menjadi artikel abadi

Tjiptadinata Effendi di Kompasiana berjudul Lagi Lagi Gara Gara Ahok (Bukan Hoax) (http://www.kompasiana.com/tjiptadinataeffendi21may43/lagi-lagi-gara-gara-ahok-bukan-hoax_ 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun