Menerima Itu MenyenangkanÂ
Saya tidak berani ikutan menulis tentang "siraman rohani" karena rohani saya sendiri masih kering kerontang dan butuh disirami setiap hari agar jangan sampai layu dan mengering. Apa yang saya tulis ini seperti biasanya hanyalah ciloteh seorang kakek yang dalam kondisi pensiun sudah tidak dapat lagi memainkan peran sebagai Sinterklas.Â
Dulu, sewaktu masih aktif sebagai pengusaha saya dijuluki Sinterklas karena kemana mana selalu membawa hadiah atau oleh oleh. Tapi seperti kata peribahasa"Lain Bengkulu, lain Semarang. Lain bau Bolu ,lain pula bau  kerang" yang maksudnya lain dulu lain sekarang. Kini setelah pensiun saya harus tahu diri bahwa posisi saya sekarang adalah menerima Ternyata menerima itu memang sangat menyenangkan, bayangkan sejak mulai diundang makan, dikasih beragam hadiah oleh mantan murid murid, malahan ada yang kasih angpau dalam jumlah yang fantastis, wuiih senang banget rasanya. Apalagi yang mengundang makan dari mulai mantan murid SD, mantan siswa SMP Pius, dimana dulu saya pernah mengajar dan dari puluhan keponakan kami. dan putra kami yang berada di Jakarta.
Nah, kalau di Australia selain dari diundang makan oleh teman teman sesama orang Indonesia, siapa lagi kalau bukan anak mantu cucu kami. Selain dari undangan makan, ada puluhan pakaian dingin, jaket kathmandu, jam tangan dan segala jenis makanan dan cokelat, malahan ada hadiah kendaraan Nissan X trail yang masih baru dari putra kami.
Memberi itu Membahagiakan
Dulu sewaktu hidup kami masih morat marit, sejujurnya saya heran dan sama sekali tidak bisa menerima peribahasa yang mengatakan "Berbahagialah yang memberi, daripada yang menerima".
Dalam hati saya pada waktu itu "Ah,nonsenlah, ngaco, mana mungkin memberi bisa lebih bahagia daripada menerima?" Tapi sewaktu gempa bumi di Yogya, saya dan istri membawa kendaraaan yang kami isi sarat dengan bahan makanan yang kami beli di Solo dan sewaktu membagi bagikan kepada warga yang sama sekali tidak kami kenal, pada saat menyaksikan bagaimana warga menerima bingkisan dari kami dengan air mata berlinang linang, sambil berulang kali mengucapkan "Terima kasih dan Alhamdulilah" sejujurnya, saya baru sungguh memahami bahwa memang benar "Berbahagialah yang memberi daripada yang menerima" Tanpa perlu penjelasan apapun lagi
Pencerahan diri yang saya dapatkan setelah secara langsung menyaksikan penderitaan orang lain. dengan berkunjung ke panti panti asuhan dan mengujungi orang orang yang hidup dikolong jembatan. Sungguh, menerima itu menyenangkan hati tapi memberi itu menghadirkan sungguh membahagiakan.
Sekali lagi, tulisan ini bukanlah siraman rohani, hanya sekedar berbagi sepotong kisah bagaimana saya menemukan butir butiran mutiara hidup dalam perjalanan hidup kami
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H