Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bagi yang Belum Sempat Berkunjung

29 April 2020   18:33 Diperbarui: 29 April 2020   19:45 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ket.foto; kini harga telur ,sebelum covid Rp.20.000 perlusin, kini naik menjadi 3 dolar perlusin atau 30 ribu rupiah perlusin./dokpri
ket.foto; kini harga telur ,sebelum covid Rp.20.000 perlusin, kini naik menjadi 3 dolar perlusin atau 30 ribu rupiah perlusin./dokpri
Nah,hanya sekedar gambaran saja,agar bagi yang belum berkesempatan berkunjung ke Australia, setidaknya mendapatkan gambaran,bahwa sesungguhnya ,biaya dapur di Australia tidak banyak beda dengan biaya dapur berbelanja di Jakarta. 

Yang Mahal Bukan Biaya Hidup,Tapi Gaya Hidup

Yang menyebabkan biaya hidup membengkak adalah gaya hidup,yang mau meniru gaya hidup orang Australia.Yakni: sarapan roti pakai keju +ham ,sereal dan susu ,yang kalau dihitung pengeluaran hanya untuk sarapan saja bisa mencapai sekitar 7 dolar per orang,belum lagi makan siang dan makan malam dengan dessert ,berupa ice cream, pudding dan wine. 

Sedangkan bagi yang tinggal di Australia,tapi tetap hidup dengan gaya Indonesia yakni sarapan pagi sebungkus Indomie plus satu butir telur dan secangkir kopi, makan siang nasi dengan rendang atau dendeng balado dan makan malam apa adanya,maka senilai 7 dolar sarapan bagi orang Australia, bagi kami sudah cukup untuk biaya makan pagi, siang dan malam Jadi kami berdua menghabiskan rata rata 15 dolar perhari untuk memnuhi kebutuhan perut saja.

Jadi sekali lagi,kalau ada yang bilang biaya makan di Australia itu minta ampun mahalnya,sesunguhnya yang mahal adalah gaya hidup,bukan biaya makannya. Yang mahal adalah kalau harus sewa rumah, Nah,kami dikasih tinggal gratis,dikasih mobil ,dikasih belanja tiap bulan oleh anak anak kami,kalau bukannya bersyukur, mau apa lagi?

Tjiptadinata Effendi

Sedang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun