Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masih Ada yang Punya Hati

22 Maret 2020   05:05 Diperbarui: 22 Maret 2020   06:47 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ket.gambar. formulir kemanusiaan untuk membantu orang yang membutuhkan/abc.net.au

Di saat Masyarakat Dilanda Panic Buying

Sejak heboh mengenai Pandemi Covid-19, kentara benar bahwa "something wrong" dalam sikap manusia pada umumnya. Kalau orang terjangkit penyakit rabies, maka pasien yang sakit bisa mengamuk, bahkan bisa bertingkah laku sebagai seekor anjing galak.

Begitu juga bila ada orang yang terkena gangguan kejiwaan, bisa saja mengamuk, melukai diri sendiri, bahkan melukai orang lain, karena tidak sadar atas apa yang dilakukannya. 

Tapi kali ini tampak ada sesuatu yang sangat berbeda, yakni pasien yang terjangkit Covid-19. Tampak tidak berdaya dan tergolek di rumah sakit, di bawah pengawasan tim medis. 

Justru orang orang yang sama sekali tidak terkontaminasi, menunjukan sikap yang aneh, bahkan menjadi beringas. Komunitas yang biasanya sangat santun dan mendahulukan anak-anak serta para orangtua, tiba-tiba saja kehilangan jati diri dan memporak-porandakan tata krama dan kesantunan yang selama belasan tahun menjadi ciri khas masyarakat di sini. 

Seperti dilansir oleh abc.news,au, seorang gadis kecil berusia 11 tahun yang datang ke salah satu supermarket untuk berbelanja kebutuhan hidupnya, bukannya diberikan kesempatan, malah didorong hingga terpisah dari ibunya dan terjatuh. Menangis di lantai, karena lututnya sakit, tapi tak seorangpun merasa tergugah hatinya untuk menolong.

Masih dari sumber yang sama, para orangtua menunggu selama hampir dua jam di depan supermarket Woolworth untuk bisa berbelanja, tapi bukannya diberikan kesempatan seperti biasanya, tapi malahan ketika tiba giliran dapat masuk ke supermarket ,yang dijumpainya hanyalah rak kosong. Bukan hanya rak kertas toilet dan tissue, tapi juga rak daging dan rak makanan beku. Sehingga mereka pulang dengan tangan hampa.

dokpri/seluruh rak daging kosong
dokpri/seluruh rak daging kosong
Sudah Ditempelkan Kertas Pengumuman, tapi Masih Berusaha untuk Mengambil Lebih

Untuk mengatasi kondisi yang tak terkendali ini, maka bukan hanya Coles dan Woolworth, serta Aldy yang merupakan supermarket jumbo, tapi semua market lainnya menempelkan di dinding rak bahwa setiap customer hanya dibolehkan membeli maksimum 2 potong/bungkus barang, sesuai dalam daftar.

Tetapi, kami saksikan sendiri bahwa masih ada yang mencoba mencari jalan pintas, yakni mengambil barang lebih banyak dan mencoba "mengakali" dengan cara membayar melalui Self Service Machine. Tapi ternyata lampu merah menyala dan pembayaran ditolak, bahkan ditegur dengan keras oleh sekuriti dari supermarket.

dok.pri.
dok.pri.
Pembeli Bukan Lagi Raja

Kalau selama ini dikenal "Buyer is the King", tapi belakangan ini agaknya sudah berubah total. Para pembeli bukan lagi bagaikan raja yang harus dilayani, melainkan orang-orang yang harus mematuhi ketentuan yang diberlakukan di hampir seluruh supermarket.

Karena tidak mampu kontrol diri, maka pihak supermarket merasa harus turun tangan mengontrol calon pembeli. Hingga kapan hal ini akan berlangsung, hanya waktu yang akan menjadi saksi.

dokpri
dokpri
Syukur Tidak Semua Orang Mengalami Semacam Kegilaaan

Bersyukur bahwa apa yang terjadi di atas tidak sampai merambah semua orang, karena ternyata masih banyak orang baik yang dengan ikhlas mau membantu orang lain yang membutuhkannya.

Gerakan ini mendapatkan sambutan hangat dari warga. Mereka membagikan barang-barang yang dibutuhkan para orangtua dan disabel, yang tidak memungkinkan untuk ikut rebutan berbelanja. Semoga kita salah seorang di antara komunitas yang peduli sesama ini,yang tetap memiliki hati dan tenggang rasa,betapapun suasana sangat mencekam. Sungguh  efek psikologis dari serangan virus korona,telah memaksa orang tampil dengan wajah aslinya.

sumber bacaan: abc.net.au

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun