Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Hidup Berbagi dari Orang Miskin, Mengapa Tidak?

15 Februari 2020   20:11 Diperbarui: 15 Februari 2020   20:10 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbagi Dari Kelebihan Sangat Mudah

Pesan ibu saya alm, sewaktu saya masih berusia 9 tahuna, yang masih terus hidup dalam hati saya adalah, "Jangan pernah melupakan budi baik orang". Pesan itu sudah berlalu lebih dari enam puluh tahun lalu, tapi bagi saya pribadi masih selalu terngiang di telinga dan gaungnya memenuhi seluruh relung hati yang terdalam.

Malam ini, secara tanpa sengaja ketika saya merapikan barang barang lama yang penuh kenangan, tiba tiba mata saya terhenti pada sesosok wanita yang mengingatkan saya bahwa saya pernah menerima sepotong ubi rebus dari beliau ,ewaktu saya dalam kondisi sakit dan berada dalam satu bis ALS tahun 1965.

Ya, benar bu Halimah, orang tua dengan pakaian sangat sederhana, ketika kendaraan yang kami tumpangi dari Medan menuju ke Padang tidak bisa melanjutkan perjalanan karena jembatan rusak. 

Pada saat itu saya dalam kondisi demam tinggi dan menggigil. Sesungguhnya istri saya sudah melarang agar saya batalkan perjalanan ke Padang, tapi saya bersikeras tetap berangkat karena tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mencari nafkah sebagai pedagang antar kota. 

Sepotong ubi rebus tersebut di saat saya sangat lapar dan kedinginan, sungguh bagaikan makanan surgawi. Padahal dari tampilannya, kondisi bu Halimah mungkin tidak lebih baik dari kondisi ekonomi saya pada waktu itu. 

Usai makan, ketika saya serahkan selembar uang sambil berkata, "Maaf bu, ini pengganti beli ubi rebus" Tapi bu Halimah menjawab, "Nak,ibu memang tak punya uang, tapi ibu ikhlas memberikan sepotong ubi rebus karena ibu lihat lagi sakit. Tidak semua dihitung dengan uang nak". Jawaban bu Halimah membuat air mata saya tidak terbendung lagi. Rasanya  mau saya memeluk wanita  yang ada dihadapan saya tersebut. Betapa bu Halimah telah mengajarkan saya bahwa untuk berbagi tidak harus menunggu ada kelebihan.

Pernah Saya Kaget Menengok Lukisan Diri Bu Halimah

Walaupun sudah berlalu puluhan tahun, tapi pelajaran hidup yang saya terima dari bu Halimah tidak pernah basi  atau mengering. Terus bergema dalam hati dan jiwa saya. Begitu mendalamnya, sehingga pernah saya kaget menyaksikan sebuah lukisan di salah satu hotel di Jakarta yang menurut saya persis sama dengan wanita yang telah memberikan saya sepotong ubi rebus di saat saya sakit serta kelaparan dan kedinginan dalam perjalanan.

Ternyata motivator ulung yang mampu menginspirasi dan memotivasi diri bisa datang dari mana saja dan salah satunya adalah bu Halimah almarhum.

Bahwa kalau mau mengaplikasikan hidup berbagi tidak harus menunggu bila ada kelebihan. Ibu saya sudah lama tiada, begitu juga Sang Motivator bagi diri saya pribadi, yakni bu Halimah juga sudah tiada. Tapi dua pesan penting yang tak akan pernah saya lupakan adalah, "jangan pernah melupakan budi baik orang " dan "Untuk berbagi, tidak harus menunggu ada kelebihan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun