Memiliki Kekuatan untuk Membangun, tapi Juga Bisa MenjatuhkanÂ
Ada kalanya, semangat menulis datang menggebu sehingga dalam sehari 2 atau 3 artikel terposting. Tapi karena beberapa penyebab yang tidak jelas, bisa saja mood menulis menjadi redup seperti lampu kehabisan minyak. Salah satu penyebabnya adalah di saat saat tulisan kita hanya disinggahi beberapa orang teman akrab yang selalu setia menyapa, walaupun tulisan kita terkadang terasa membosankan.Â
Bagi para Penulis dengan bakat multitalenta, dengan mudah menulis dari satu topik ke topik lainnya yang  berbeda ruang. Tapi bagi tipe Penulis gaek seperti diri saya, sejujurnya kemampuan menulis saya hanya berkutat dalam satu ruang yang terkurung, yakni berbagi pengalaman hidup. Padahal pengalaman hidup yang saya bagikan tak satupun yang spektakuler sehingga mampu menyedot pembaca.
Kekurangan lainnya yang saya rasakan sebagai salah satu dari sekian ratus ribu. Penulis di Kompasiana adalah dalam hal memberikan komentar pada tulisan para penulis lainnya. Apalagi bila mengomentari tulisan yang berbau politik atau seni dan musik.
Bukan dikarenakan apriori, tapi sejujurnya pengetahuan saya tentang masalah tersebut adalah Nihil. Sehingga daripada memberikan komentar yang menyimpang, maka akhirnya saya terpaksa memberi komentar standar yakni "Terima kasih sudah berbagi tulisan inspiratif, Salam hangat." Memahami kekurangan diri, tentu tidak berarti apapun bila kita tidak berusaha untuk memperbaiki. Maka saya mencoba untuk mulai belajar. Konon "Never too old to learn".
Baru Mulai Belajar
Nah, saya mencoba mengambil secara acak beberapa komentar yang menurut saya patut dijadikan role mode, setidaknya bagi saya pribadi. Tentu saja bukanlah berarti bahwa komentar yang lainnya tidak bagus, tapi tentu tidak mungkin semua komentar saya copy paste ke tulisan ini. Mohon maaf bagi teman-teman yang namanya tidak saya sebutkan di sini.
Di antara Sekian Banyak Komentar yang Saya Jadikan Role Mode, Antara Lain:
Hennie TrianaÂ
Selamat pagi Pak Tjipta.
Tulisan yang selalu menginspirasi. Kita bisa belajar dari kaum difabel yang sering lebih mampu dari yang kondisi fisiknya lebih sempurna.
Terimakasih telah berbagi pengalamannya Pak. Salam hangat selalu.