Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sama-sama Air Mata, Tapi Beda Cita Rasa

12 Desember 2019   19:26 Diperbarui: 12 Desember 2019   19:33 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ket.foto: makan bersama putra kami,yang dulu pernah merasakan pahit getirnya hidup /dokumentasi pribadi

Putra kami tersentak dan merasa sangat bersalah. Cepat cepat kami memeluknya erat erat. Untuk sesaat, tak ada sepatah kata hiburan yang terucapkan.

Seakan tenggorokan kami berdua terkunci rapat rapat. Baru setelah mampu menguasai diri, saya berbisik lirih ketelinga putra kami, "Sayang,kita tetap rayakan Natal, tapi pap mama belum bisa janji akan beli kue ya sayang, karena  belum ada uang untuk beli kue.

Tapi dalam beberapa hari ini, bila banyak barang yang masuk, berarti papa akan banyak dapat pekerjaan bongkar muat barang, kita akan dapat beli kue ya sayang"

Putra kami menatap wajah saya dengan pandangan mata sedih. Tak kuasa saya membalas tatapan anak yang baru duduk di kelas 1 SD.

Ada rasa penyesalan dan rasa bersalah yang mendalam,kenapa saya tidak bisa bekerja lebih keras lagi ,untuk mengubah nasib kami. Sehingga anak kami tidak harus merayakan Natal dengan air mata berlinang.

Kelak Kami Merayakan Natal Dengan Air Mata Kebahagiaan

Pada masa masa sulit tersebut satu satunya  kekuatan yang membuat saya mampu bertahan,agar tidak menjadi gila adalah keyakinan,bahwa suatu waktu,badai kehidupan kami pasti akan berlalu.

Dan bersyukur kepada Tuhan, kelak kami tinggal bersama putra kami,yang dulu bersama kami menyambut Natal dengan genangan air mata. Kelak, setiap tahun kami  merayakan Natal di Australia,bersama Putra kami sekeluarga.

Kami juga merayakan Natal dengan air mata berlinang, tapi air mata kebahagiaan dan rasa syukur yang tak berkesudahan.Badai kehidupan kami sudah lama berlalu dan di hari tua, kami dapat menikmati hidup dalam kecukupan bersama anak cucu.

Kini saya baru paham,akan arti dan makna dari kalimat: "Akan indah pada waktunya". 

Renungan kecil,untuk menjadi masukan,bahwa setiap kali Natal tiba,ada yang menyambut dengan penuh rasa suka cita,tapi masih banyak orang yang menyambut hari raya Natal dengan air mata berlinang , Memang untuk merayakan Natal,tidak harus pesta besar besaran,tapi kalau untuk makan sehari hari saja tidak cukup uang,apakah mungkin orang dapat merayakan Natal dengan suka cita?

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun