Rasanya Sudah Pernah Saya Tulis,Tapi Dicari Tidak Ketemu
Heboh mengenai demo yang menuai berbagai kontroversi,semua orang sudah tahu. Dari mulai anak SD hingga Opa Oma yang giginya sudah ompong sibuk bercerita tentang demo.
Saya pernah terjebak di tengah tengah aksi demo ini, ketika bertepatan pulang ke Jakarta. Rasa hati sudah pernah saya tuliskan di Kompasiana. Tapi hampir satu jam saya coba klik sana sini dan minta bantuan mbah Google, tapi jawabannya "Tulisan yang anda cari tidak ditemukan".
Maka daripada menghabiskan waktu untuk berselancar di google, mencari-cari artikel lawas yang hilang tidak tentu rimbanya, maka saya memutuskan menulis artikel ini. Mumpung beberapa foto masih tersimpan di dalam file pribadi.
Terjebak Arus Demo
Saya tidak bisa lagi mengingat tanggalnya, tapi kejadian itu masih sangat segar dalam ingatan. Ketika sedang mengemudikan kendaraan di Bundaran HI, tiba-tiba tampak di depan kami, ada ratusan orang memenuhi jalan raya.
Saya memperlambat kendaraan dan mengemudi dengan ekstra hati-hati. Karena kalau sempat menyenggol salah satu dari para pendemo, maka kemungkinan besar kehidupan saya akan berakhir di sana.Â
Mendengar ada yang mengetuk kaca mobil, maka langsung hati saya terkesiap dan siap menghadapi segala kemungkinan terburuk. Saya membuka kaca mobil karena kalau tidak mau membuka pasti akan dipecahkan. Ini menurut pikiran saya pada waktu itu.
Begitu kaca jendela terbuka, muncul wajah seorang pria muda yang tersenyum. Saya malahan kaget, serasa berada di negeri antah berantah. Karena seumur hidup, baru kali ini menjumpai pendemo yang begitu santun.
Mobil saya hentikan dan rem tangan saya tarik agar kendaraan jangan sampai meluncur. Belum sempat saya bertanya, anak muda pendemo, membuka pembicaraan, "Saya Gatot, Om. Maaf ya, Om, kami mengganggu. Silakan jalan pelan-pelan ya, Om, saya kawal," kata pendemo yang mengenakan pakaian kuningÂ
Dengan perasaan heran, saya ucapkan, "Terima kasih, Mas". Kendaraan mulai bergerak perlahan-lahan dengan didahului oleh Gatot,yang membuka jalan bagi saya.Â