Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Era Gotong Royong yang Sudah Tenggelam Ditelan Zaman?

25 September 2019   17:39 Diperbarui: 25 September 2019   18:54 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: antosoesanto.blogspot.com

Kini Setiap Orang Sibuk Urusan Sendiri Sendiri
Dulu, ciri ciri khas dari bangsa Indonesia adalah sifat gotong royong. Mulai dari membersihkan selokan di kampung bersama-sama, menjaga keamanan dengan bergiliran berjaga di Pos Ronda. Warga yang secara bergilir mengantarkan air sorbat dan ubi rebus, untuk disantap bersama-sama oleh yang bertugas jaga malam di kampung.

Saya masih ingat ketika sebatang pohon kelapa di rumah orang tua kami, mumbangnya (kelapa yang masih kecil) sering jatuh ke atap tetangga, maka tanpa menunggu diomelin tetangga, ayah saya alm. berinisiatif untuk menembang pohon kelapa yang condong ke atap rumah tetangga. 

Tidak perlu membayar orang untuk memotong karena laki-laki dewasa sekampung datang membantu pada hari Minggu, karena semua libur kerja. Ada yang meminjamkan tali untuk mengikat agar ketika roboh jangan sampai menimpa atap rumah. Ada juga yang membawa kapak besar dan gergaji jumbo. 

Bukan saja asal tumbang,melainkan dipotong potong sedemikian rupa, sehingga dapat dijadikan tempat duduk dan bermain anak anak. Bahkan, agar akarnya juga digali. Pekerjaan yang tidak mudah, tapi karena dikerjakan secara gotong royong oleh belasan orang, maka dalam sore hari semua sudah rapi dan  apik.

Ketika ada ular besar yang tertangkap karena tidak bisa bergerak sehabis memangsa ayam dan itik tetangga, maka ramai ramai tetangga datang untuk mengeksekusi ular sial tersebut. Dagingnya dibagi-bagi, kepada yang ikut melakukan eksekusi.

Khusus bagi pemilik rumah yang ayam dan itiknya di mangsa ular mendapatkan bagian dua kali lipat dari yang lain. Kesimpulannya, usai ular memangsa ayam dan itik maka setelah itu,dirinya yang di santap ramai ramai oleh warga. Rasa daging ular, hampir mirip dengan rasa daging ikan tenggiri dan sama sekali tidak mirip dengan daging sapi ataupun daging kambing.

Gotong Royong Hanya Tinggal Kenangan Manis
Tapi sejak zaman berubah, memasuki era modern yang hampir identik dengan era egoisme, maka jangankan gotong royong menebang pohon. Mobil kita mogok, semua orang pura pura tidak melihat. Bahkan kalau di Jakarta, tetangga meninggal tidak ada yang tahu, padahal kami sudah sepuluh tahun jadi tetangga. Kalau ditanya nama para tetangga kami sewaktu masih tinggal di Padang, walaupun sudah berlalu tiga perempat abad, saya masih hafal seratus persen nama nama mereka. Walaupun sebagian besar sudah hijrah ke alam baka. 

Sejujurnya, kalau ditanya, siapa nama tetangga kami di Mediterania Lagoon Apartemen Residence di Kemayoran? Satu pun saya tidak tahu. Begitu juga ketika kami pindah ke Unit Mediterania Boulevard Apartemen. Karena semua orang sibuk dan ada rasa enggan untuk menjalin hubungan pertemanan, meninggal di lokasi tersebut yang tinggal di sana terdiri dari beragam suku bangsa. Antara lain, dari India, Korea, Malaysia, dan China.

Kini, gotong royong dan saling asa, saling asuh, hanya ada tinggal kenangan. Kalau sesekali kangen, hanya mampu menatap jauh ke awan-awan yang bergerak. Mudah-mudahan di daerah lain, gotong royong masih tetap dipertahankan. Semoga!

Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun