Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Main "Video Call" Sembarangan, Berpotensi Merusak Hubungan

15 September 2019   19:18 Diperbarui: 15 September 2019   19:34 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Skrinsut youtube.com

Segala Sesuatu Ada Aturan Mainnya
Menerima telepon dari salah seorang sahabat baik ataupun dari salah seorang anggota keluarga tentu saja kita  akan sangat senang. Karena bila orang mau menyediakan waktu dan pulsa untuk menelpon diri kita,berarti diri kita penting baginya.

Kalau tidak penting, tentu cukup hanya dengan saling mengirim pesan lewat WA atau Messenger .Tetapi segala sesuatu yang baik, bila dilakukan tidak pada tempat atau tidak pada waktunya,maka hal yang baik, bisa berubah menjadi buruk. 

Contoh sederhana ,tertawa menandakan hati kita senang . Lagi pula tertawa itu sehat Bahkan ada kalimat mengatakan :"Laughter is the best medicine in all over the world" . 

Tapi  walaupun demikian,tertawa itu juga ada aturan mainnya. Kalau kita lagi berada di rumah duka dan menyalami keluarga almarhum sambil bersuara keras : "Halo apa kabar? Senang bertemu anda" sambil tertawa ceria. Bagaimana reaksi orang yang menyaksikan ulah kita? Bisa jadi dikira ,diri kita adalah pasien yang melarikan diri dari RSJ.

Begitu Juga Dengan Telepon
Kemarin ,saya dan istri berkendara menuju ke Araluen Botanic Park,yang jaraknya lumayan jauh dari kediaman kami. Melewati Mitchel  Free way, kendaraan berlari dengan kecepatan antara 95-100 km per jam. Karena kalau di free way, jalan terlalu lambat, bisa distop oleh Ranger,karena dikira ngantuk.

Saya pernah alami, dikejar kendaraan Patroli Polisi. Tentu saja saya kaget,karena tidak merasa melanggar rambu rambu lalu lintas,Syukur saya tidak ditilang,hanya diingatkan di Free way ,kalau kecepatan di bawah 90 km. harus mengambil jalur paling kiri dan itupun minimal kecepatan 80 km per jam.

Ketika kendaraan melaju dengan kecepatan sekitar 100 km per jam.mendadak ponsel saya berdering. Tapi tentu saja ,saya tidak boleh menerima telepon,karena sangat berbahaya bagi diri sendiri dan istri yang mendampingi dan dapat membahayakan pengguna jalan raya lainnya. 

Bila nekat menerima telepon  dan ketahuan Polisi, ponsel disita,denda 1000 dolar dan sim di batalkan. Tapi tak cukup sekali, malahan berkali kali telepon terus berdering. 

Hati saya jadi tidak enak dan terpikirkan, mungkin ada hal yang penting, sehingga sampai berkali kali menelpon. Kalau anak cucu kami, mereka sudah tahu,kalau menelpon ke saya dan tidak dijawab, maka mereka akan menelpon ke Ponsel istri saya. 

Daripada mengemudi dengan hati yang tidak nyaman,maka setelah memastikan dari arah belakang aman,saya menyalakan sign ke kiri dan langsung masuk ke lajur emergency dan berhenti disana. 

Mengeluarkan ponsel dan menjawab panggilan. Terdengar suara ceria: "Halo, ini pak Tjipt ya?" Wah, susah amat menelpon pak Tjipta, Berkali kali menelpon, baru diangkat. Karena saya berada di lajur emergency. maka saya langsung mengatakan :" Maaf mas, saya lagi di jalan raya. Apakah ada yang penting mas ?"Dan jawaban yang saya terima : "O nggak Pak Tjip,saya sering baca tulisan pak Tjip di Kompasiana. jadi saya mau tanya tanya gimana sih caranya mau menulis di Kompasiana?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun