Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Betapa Sulitnya Keluar dari Zona Aman dan Nyaman

2 Agustus 2019   06:28 Diperbarui: 2 Agustus 2019   06:44 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: twitter/tarron williams

Bila Sudah Menua Baru Sadar, Maka Semuanya Sudah Terlambat

Kesempatan pulang kampung dan bertemu dengan teman teman lama, serta tetangga tempo dulu sangat mengasyikan. Tetapi sesungguhnya dibalik rasa gembira dapat kesempatan temu kangen dengan sahabat  dan tetangga yang sudah tidak terbilang tahun tidak pernah ketemu, ada rasa perih dan pedih dalam hati. 

Menyaksikan bahwa beberapa diantaranya masih menjalani ritual kehidupan, seperti puluhan tahun lalu. Terus apa salahnya kalau orang mau menjalani hidup seperti tempo dulu? Tentu tulisan ini tak hendak mencari kesalahan orang lain, apalagi sampai tega menghakimi sahabat sendiri. 

Masalahnya ada rasa iba membayangkan hidup seperti apa yang kelak mereka jalani, bila sudah tidak mampu lagi bangun setiap jam 4.00 subuh, untuk mempersiapkan cendol, lontong, dan beragam kue agar bisa dijual ketika pagi tiba?

Bangun jam 3 atau jam 4.00 subuh setiap hari dan mulai bekerja keras di dapur, bukanlah perkara mudah. Karena kami sudah mengalami hidup semacam ini selama tujuh tahun, walaupun versinya berbeda. Sarapan pagi yang bergizi? jangan mimpi! Paling hanya segelas teh hangat dan sepotong pisang rebus. 

Hanya Untuk Rp.50.000 Sehari

Berapa hasil kerja keras sejak dari matahari masih terlelap hingga malam tiba? Kalau lagi beruntung ya sekitar Rp.50.000.-rata rata  per hari. Lontong terjual 20 bungkus sehari, cendol laris 10 bungkus plastik dan serba serbi kue kue sekitar belasan potong. Itupun kalau hari tidak hujan. 

Kalau hari hujan, maka air tidak hanya turun dari langit tapi juga mengalir dari mata. Terus mengapa mereka masih mau bertahan hidup dalam kondisi seperti ini? Bagaimana kelak, kalau sudah tidak kuat lagi bangun subuh setiap hari?

"Dengan jualan begini, setidaknya kami sudah bisa menyekolahkan anak anak dan bisa cukup makan, serta bayar rekening listrik Om. Dulu orangtua kami membesarkan kami juga dengan jualan seperti ini " kata Doni, anak tetangga kami yang dulu sering main dengan anak kami dan kini sudah berusia 50 an tahun dan sudah punya anak dua, berjualan menggantikan ayahnya sahabat saya yang sudah 11 tahun lalu meninggal.

Istrinya hanya keluar sesaat dan setelah menyalami kami berdua, terus sibuk di dapur Sementara ibunya hanya bisa membantu dengan duduk melayani tamu yang akan berbelanja, karena sudah tidak kuat lagi berdiri. "Cari kerja tidak gampang Om. Yang perlu bisa hidup masalah nanti terserah Tuhan saja Om"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun