Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memandang Orang Tidak Selevel, Kalau Bukan Diskriminasi Apa Namanya?

31 Mei 2019   06:12 Diperbarui: 31 Mei 2019   07:11 792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ket.foto: bersama Menpan RI (pada waktu itu)Brigjen.Pol.(P)Taufik Effendi ,Mayjen TNI (P)Muchlis Anwar/Kol.TNI (P)H.M,Setia Budi.dokpri

Diskriminasi yang paling kejam bukanlah membedakan orang berdasarkan warna kulit dan agama.,melainkan menilai orang per orang berdasarkan latar belakang sosialnya. 

Walaupun tidak sesuku bukan sebangsa bahkan beda agama, tapi kalau yang berdiri di hadapan adalah orang kaya atau tokoh terkenal maka biasanya orang akan menghargai kehadirannya. 

Sebaliknya walaupun sesuku sebangsa dan setanah air, tapi karena latar belakangnya :"hanyalah "seorang Sopir atau Tukang Becak maupun Pembantu Rumah Tangga, maka kehadirannya sama sekali tidak dirasa perlu untuk dihargai sebagai sesama manusia.

Judul diatas mungkin terasa sangat tajam  bagi sebagian orang,karena selama ini menganggap bahwa praktik :"kasta" hanya merupakan peninggalan zaman feodal dan masyarakat kita sudah steril terhadap apapun yang berbau "Kasta" Kasta berasal dari  "Casta" bahasa Spanyol. 

Casta artinya jenjang atau tingkatan yang terjadi dalam hierarki masyarakat. Mendengar kata "Kasta"maka anak-anak SD juga tahu, bahwa dalam  agama Hindu merupakan dinding-dinding yang memisahkan atau membagi masyarakat ke dalam empat tingkatan, Yakni: Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. 

Bersahabat dengan sopir,tidak akan menurunkan
Bersahabat dengan sopir,tidak akan menurunkan "level" diri kita/dokpri

Pembantu Rumah Tangga dan Sopir Pribadi Dianggap Tidak Selevel

Tapi kalau kita mau jujur,cobalah tengok disekeliling bahkan jangan jangan praktik "kasta " ini malahan terjadi di depan mata kita. Contoh aktual ,berapa banyak masyarakat kita yang sudah membiasakan diri, untuk duduk makan semeja dengan pembantu rumah tangga atau dengan sopir pribadi? 

Cobalah perhatikan, setiap kali ada kendaraan berhenti di restoran maka Boss dan nyonya serta keluarga masuk ke restoran dan duduk makan.

Sementara Sopir pribadi menunggu di kendaraan atau paling diajak makan, tapi duduk di meja terpisah. Karena Sopir tidak dianggap selevel dengan boss ,makanya tidak layak duduk makan semeja.

Orang dengan penghasilan Rp.15 juta rupiah per bulan,biasanya sudah mampu menggaji Pembantu Rumah Tangga, walaupun belakangan ini istilah diperhalus dengan "Asisten  Rumah Tangga", hal ini hanya pemanis dimulut saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun