Sebagai mantan pengusaha, secara pribadi saya sudah beberapa kali langsung menemui para petani di kampung kampung,seperti di Simabu, Batusangkar, Sungai Penuh dan sebagainya. Bahkan tinggal beberapa hari dirumah mereka. Mereka adalah orang-orang sederhana yang tidak memahami hal hal yang terlalu muluk.
Sejak zaman dulu,sudah terbiasa menjual hasil pertanian melalui Pedagang Pengumpul,yang tidak jarang bertindak sebagai Tukang Kredit bagi para Petani. Sehingga ketika panen,para Petani,tidak mungkin mendapatkan kesempatan untuk menjual kepada pembeli lain,karena sudah terlanjur berhutang,
Kalaupun ada kesempatan untuk membawa sendiri hasil pertanian mereka ke kota, amat jarang yang mampu mempraktikkan .karena mengalami banyak kendala. Pertama ,setibanya di kota,mereka tidak tahu mau kemana? Baru saja tiba di perhentian bus, sudah dipalak oleh preman terminal. Belum lagi diperebutkan oleh para calo, sehingga sekali merasakan,mereka akan kapok untuk menjual sendiri hasil pertaniannya.
Kalaupun ada Kunjungan Pejabat Hanya Sebatas Seremonial
Sejak dulu, kenaikan harga gambir hanya dinikmati oleh para pedagang, baik para pedagang, pengumpul, maupun Eksportir. Sedangkan para petani gambir, dikarenakan kehidupan mereka yang morat-marit, hanya menjalani hidup secara sangat memprihatinkan.
Salah satu contoh adalah ,rata-rata para petani dan sekaligus merangkap pekerja gambir , tidak mampu bertahan hingga usia tua. Karena pekerjaan untuk memproduksi gambir secara tradisional, yang dikenal dengan istilah 'kampa' sangat menguras tenaga mereka. Karena setiap kali memukul kayu pengapit daun dan ranting tumbuhan gambir ini, getarannya sangat menyakitkan tulang belulang mereka.
Tidak heran, banyak dari antara mereka yang batuk darah di usia relatif masih muda, yakni 40 tahunan.Â
Pada waktu kami berkunjung ke gubuk mereka, tampak sepiring nasi dan sejumput sambal lado,sebagai makan siang mereka. Inilah hidup mereka dari hari kehari dan turun temurun
Walaupun sudah berkali kali ada kunjungan dari para Pejabat terkait ke kampung kampung dan menemui para petani,hanyalah sebatas seremonial dan setelah disorot oleh tv dan menjadi berita di berbagai media lokal, selanjutnya kehidupan para Petani kembali ke habitat semula..