Agar Tidak Terobsesi Beli Buahan Impor
Walaupun zaman sudah berubah namun tradisi untuk membawa oleh oleh dalam sebuah kunjungan masih tampak dipertahankan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Kalau ada sanak famili yang datang dari kampung biasanya membawa hasil ladang mereka berupa jagung, pepaya ataupun buahan lainnya.
Hal ini sudah diterima sebagai sebuah kelaziman. Namun bilamana "orang kota" membesuk teman atau anggota keluarga yang sedang dirawat dirumah sakit ataupun sudah lama tidak bertemu dan sesekali berkunjung, maka buahan yang dibawa sebagai oleh oleh adalah buahan impor.
Karena secara umum, masyarakat kita sudah menempatkan buahan lokal sebagai buah murahan. Kalau bagi yang ekonominya lumayan tentu tidak menjadi masalah membeli buahan impor seperti buah Anggur, Apel ataupun Pir.
Namun bagi orang yang kondisi ekonominya pas pasan,harus memaksa diri ikutan membeli buahan impor agar jangan sampai kehilangan muka karena hanya membawa buah murahan.
Image yang sudah mendarah daging sejak zaman dulu tidak mudah untuk mengubahnya. Secara pribadi, saya juga mengalami hal yang sama, yakni merasa risih bilamana membawa oleh oleh hanya dalam bentuk sekeranjang buahan yang terdiri dari pepaya, alpukat, dan sebagainya.
Setelah tinggal di Australia, baru sadar diri, bahwa buahan yang selama ini dianggap barang murahan, ternyata ketika kangen makan buahan lokal di negeri orang, langsung tertegun ketika menengok harganya.
Misannya :Â
- Alpukat dengan harga 40-50 ribu rupiah per buah
- Mangga dengan harga 40 ribu rupiah per buah
- Pepaya dengan harga 60 ribu rupiah per kilogram
- Ubi Manis dengan  harga 50 ribu rupiah per kilogram
- Manggis dengan harga 200 ribu rupiah per kilogram