Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Euthanasia", Nama Cantik untuk Maut!

2 Maret 2019   17:17 Diperbarui: 2 Maret 2019   18:18 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan foto: Professor Dr.David Goodal Yang memilih kematiannya di Swiss /sumber berita dan gambar: abc.net.au

Kalau biasanya, yang kita tahu adalah bila ingin masuk kerja atau ingin mendapatkan promosi jabatan, maka orang harus memenuhi kriteria yang ditentukan oleh panitia. Tapi ternyata, untuk mati orang juga harus memenuhi kriteria . Contohnya, Troy sudah mencoba ke negara bagian Victoria untuk melakukan euthanasia ,namun tidak memenuhi persyaratan. 

Victoria merupakan satu satunya negara bagian dari Australia,yang menjadikan euthanasia sebagai tindakan  legal. Namun syaratnya adalah calon yang sudah tidak ingin hidup lagi harus memiliki kriteria, yakni hasil pemeriksaan tim medis, harapan hidupnya tidak sampai 12 bulan ke depan. Karena Troy tidak memenuhi kriteria ini, maka ia harus menempuh penerbangan panjang ke Swiss. Dan hasrat hatinya untuk mati, sudah terpenuhi, dengan jalan euthanasia, yakni meninggal lewat jarum suntik.

Apakah kelak cara bunuh diri secara resmi ini akan menjadi tren bagi orang orang yang berduit, di nana orang dapat menentukan tanggal berapa ia ingin meninggal? 

Sumber : https://www.abc.net.au dan www.dailymail.com

Catatan Tambahan:

Bagi yang sudah pernah mengalami sakit dan terbaring berbulan bulan tidak berdaya di Rumah Sakit,dengan tangan dan kaki dipasangi selang untuk infus dan obat, mungkin masih ingat betapa siang malam kita berdoa dan berkutat melawan maut, agar bisa sembuh. Tapi seperti kata alm. Professor David Goodal, bahwa memilih kematian bagi dirinya sendiri adalah hak setiap orang dan tidak seorang pun yang berhak ikut campur. 

Maka tentu jalan terbaik adalah terpulang kepada diri kita masing-masing. Secara pribadi,saya termasuk orang yang sudah merasakan bagaimana menderitanya terbaring di Rumah Sakit Mt.Elisabeth, dengan hidung dipasangi selang oksigen, tangan dan kaki dipasangi selang infus dan antibiotik, namun setiap saat saya berjuang melawan sakit, karena ingin tetap hidupmendampingi  istri dan  anak cucu. Hidup adalah sebuah pilihan dan setiap orang berhak memilih jalan hidupnya Kini ternyata, orang juga berhak memilih jalan untuk mati bagi dirinya sendiri.

Tjiptadinata Effendi

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun