Karena Pada Prinsipnya Setiap Orang Ingin Dihargai
Kalau dalam pikiran kita,selalu berharap agar orang lain harus bisa memahami perasaan kita,maka dipastikan kita akan  menuai kekecewaan demi kekecewaan. Jangan lupa,ketika kita ingin minta dipahami,maka begitu juga orang lain.Walaupun cara dan gaya berbeda,tapi pada intinya setiap orang ingin merasa dirinya diperhatikan Dengan cara melakukan eye contact dan mendengarkan  dengan baik,bila lawan bicara kita sedang menceritakan sesuatu,terutama tentang dirinya atau keluarganya. Memberikan satu dua kata pujian secara tulus,bila orang sedang menceritakan keberhasilannya ,maupun sesuatu yang menjadi kebanggaan dirinya.
Setidaknya,prinsip bahwa semua orang boleh berbeda pendapat dan pandangan hidup dengan diri kita,sudah harus menempati urutan prioritas pertama, setiap kali melakukan interaksi dengan lingkungan dimana kita berada Misalnya ada orang yang to the point, tidak pandai berbasa basi dan terkesan kurang bersimpati apalagi berempati pada lawan bicaranya.Â
Ketika berhadapan dengan sosok seperti ini, tentu kita sebagai lawan bicaranya, harus secara arif mengambil sikap ,untuk menerima bahwa setiap orang itu boleh berbeda dari kita Karena  bila kita berharap bahwa setiap orang harus memahami diri kita, maka kemanapun kita pergi, pembicaraan akan terasa tawar dan tidak nyambung. Bila hal ini dibiarkan terjadi,maka satu kali orang pernah berkomunikasi dengan diri kita,maka selanjutnya berharap tidak akan pernah lagi bertemu dengan kita.Karena luka hati,yang disebabkan karena sikap dan bahasa tubuh yang dikedepankan,membutuhkan waktu bertahun tahun agar bisa bertaut kembali atau boleh jadi tak akan pernah sembuh.
Hasil Nyata Yang Dapat DirasakanÂ
Secara pribadi,saya sudah menerapkan prinsip ini,sejak dari awal. Termasuk ketika pertama kali mendirikan sebuah yayasan sosial pada tahun 1998. Sebagai pendiri dan sekaligus orang yang memimpin organisasi ini,sejujurnya saya tidak memiliki kelebihan apapun.Bahkan kalau mau membandingkan dengan teman teman seprofesi,diri saya jauh ketinggalan.Karena rata rata mereka memiliki setidaknya 2 atau 3 gelar sarjana didepan,maupun dibelakang nama mereka. Sementara saya tidak punya titel apapun,yang dapat dibanggakan.
Akan tetapi  ,seperti tersirat dalam salah satu the wisdom words :"Time will be the witness "Waktu akan menjadi saksi. 20 tahun lalu,menurut catatan,terdapat 54 institusi yang bergerak dibidang yang sama dengan yayasan yang kami dirikan. Akan tetapi  dari tahun ketahun,satu persatu berguguran. Dan kini setelah 21 tahun berlalu,yang tersisa dari 54 lembaga tersebut ,tidak cukup dihitung dengan sebelah jari tangan.Atau tegasnya,hanya  ada 2 (dua) lembaga yang masih tersisa hidup,dari total 54Â
Padahal,baik dari sisi management ,ketrampilan dan keuangan, lembaga yang kami dirikan,jauh ketinggalan. Satu satunya ,kalau boleh dikatakan sebagai sebuah kelebihan, adalah meletakkan prinsip kemanusiaan, bahwa "Setiap orang ingin agar dirinya dipahami." Karena itu ,bila ingin diri kita dipahami oleh orang lain, maka mulailah dengan berusaha mencoba memahami  orang lain terlebih dulu. Prinsip yang sama juga berlaku,bila ingin diri kita dihargai,maka mulailah dengan menghargai orang lain,siapapun adanya .
Ijazah Sarjana Management Bukan Jaminan
Bangga bahwa diri kita menyandang gelar berlapis lapis? Tentu tidak ada yang melarang . Namun bukanlah berarti kita boleh saja menganggap remeh orang yang berada dihadapan kita, karena menganggap tidak selevel dengan diri kita. Mungkin yang didepan kita cuma tamatan SD atau hanya seorang office boy atau office girl.Karena sesungguhnya,siapapun adanya, setiap orang ingin dirinya dihargai Disinilah ,kita belajar dari alam ,bahwa manusia itu unik,seunik misteri kehidupan itu sendiri. Â
Hal ini seharusnya memberikan kita pencerahan agar jangan berbangga diri,bilamana sudah memegang ijazah management ,karena  ada hal yang jauh lebih penting adalah  bagaimana menghargai orang lain.Â