Untuk belajar ilmu pengetahuan, orang perlu belajar pada orang orang yang memang sudah dipersiapkan untuk itu, yang dalam bahasa kesehariannya disebut Guru.
Sejak dari murid Taman Kanak Kanak, hingga Sekolah Menengah Atas disebut Guru. Sedangkan bagi yang sudah duduk dibangku kuliah memanggil gurunya dengan sebutan Dosen.
Kosa kata dosen ini berasal dari bahasa Belanda yang sudah diadopsi menjadi bagian dari bahasa Indonesia. Atau dalam istilah lain sudah dinaturalisasikan menjadi kosa kata bahasa Indonesia.Â
Walaupun terdapat perbedaan tingkatan, sebutan guru bagi yang mengajar di rumah sekolah dan sebutan dosen bagi yang mengajar di universitas, pada hakekatnya memiliki arti dan makna yang tidak berbeda.
Dalam falsafah Jawa, guru adalah orang yang patut digugu dan ditiru.
Digugu dalam keartian a,pa yang disampaikannya bisa dipercayai dan dijadikan pedoman. Sedangkan kata "ditiru" adalah patut dijadikan contoh teladan. Walaupun merupakan falsafah yang berasal dari Jawa, namun sudah diterima secara nasional.
Orang yang dipanggil dengan sebutan guru ataupun dosen belum tentu usianya lebih tua daripada muridnya. Bisa saja terjadi siswa atau mahasiswanya seumur atau bahkan lebih tua daripada dosennya.
Salah satu contoh adalah ketika putra kami menjadi dosen di Akademi Komputer di Sumatera Barat, usianya baru genap 21 tahun yang berarti kira-kira sebaya dengan mahasiswanya.
Namun tulisan ini tak hendak membahas secara mendalam mengenai arti dan makna dari kata "guru " dan "dosen", karena  tidak  dalam kapasitas menguraikannya  secara detail.
Jadikan Alam Terkembang Menjadi Guru
Di Sumatera barat sejak dulu terkenal falsafah yang berbunyi  baguru ka alam nan takambang, yang memiliki pengertian yang sama dengan sub judul di atas yakni jadikan alam terkembang menjadi guru.