WAG atau What'sApp Group ,yang selama ini menjadi sarana  pertemuan antara sesama  almunni ,maupun terman teman seprofesi atau grup anggota keluarga,menjelang pemilu,tiba tiba berubah menjadi tumpuan sumpah serapah. Kosa kata yang paling laris antara lain adalah :"Cebong,unta, aseng dan kata kata yang jauh dari kategori kesantunan dan tatakrama,agaknya sudah diterima sebagai :"makanan sehari harian"  Tak ada lagi rasa risih dan malu untuk saling memaki dan menyebutkan nama nama penghuni kebun binatang.  Orang orang dewasa,yang biasanya alim dan menjadi panutan bagi generasi muda,tiba tiba saja seperti kesurupan jin politik,ikut bergabung dalam acara sumpah serapah ini.Â
Tujuan awal adalah menjadikan WAG sebagai sarana untuk berdiskusi, calon mana yang terbaik bagi kemajuan negeri dan bangsa Indonesia,entah sejak kapan ,bagaikan kena banjir badang,berubah arah ,menjadi ajang lomba mengeluarkan kutukan yang paling sadis. Â Padahal di WAG tersebut,juga ada generasi muda ,yang seharusnya dituntun dan diberikan contoh ,bagaimana sebaiknya hidup bermasyarkat,dalam kemajemukan dari segala sisi ,yang terdapat dalam WA Grup ini.Â
Satu WAG Mampu  Memproduksi Ratusan :"Kata kata mutiara" Setiap Hari
Merasakan  bahwa WAG bukan lagi pohon rindang tempat berteduh dan bercengkrama dengan sesama  anggota grup,yang sudah berubah menjadi neraka yang hangat dan membakar rasa kemanusiaan.. Setiap anggota grup,seakan berkompetisi,siapa yang paling cepat menemukan sisi gelap ataupun yang dianggap bisa menjatuhkan :"lawan" nya.,maka jalan terbaik adalah :"left" dari grup.Â
Karena memberikan kotbah pada seluruh anggota grup agar kembali ke niat awal,sudah dicoba,tapi gagal total.Maka dari pada harus menciptakan suasana permusuhan diantara anggota grup,maka jalan terbaik adalah keluar dari semua WAG yang sudah tidak nyaman lagi. Apakah hal ini juga merupakan bagian dari kebebasan demokrasi? Sungguh saya tidak bisa menjawabnyaÂ
Merasuk Hingga Kedalam Kehidupan Pribadi
Saya banyak mendapatkan informasi,bahwa akibat dari perbedaan jagoan masing masing,ternyata merasuk hingga kedalam kehidupan pribadi.Contoh,ketika membagikan undangan atas pernikahan anak,yang merupakan :"lawan politik" yang tadinya ada  dalam daftar undangan,terus dicoret,karena merasa risih,bila orang yang  berbeda pilihan diundang dan bila datang,hanya akan merusakan suasana.  Hal aneh tapi nyata ini,bukan sekali dua saya dapatkan informasi,tapi  sudah sering kali.Terus apakah suasana seperti ini yang dimaksudkan dengan :"pesta demokrasi?"
Tjiptadinata Effendi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI