Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sikap "Top-Down", Meniadakan Keharmonisan dalam Rumah Tangga

15 Juni 2018   20:02 Diperbarui: 15 Juni 2018   20:17 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baik sadar ataupun tidak, kebiasaan memerintah di kantor, sering kali terbawa dalam kehidupan berumah tangga. Dalam menyelesaikan suatu pekerjaan,baik di kantor ,maupun digudang produksi atau mengerjakan proyek dilapangan,adalah merupakan hal biasa ,bila pimpinan bersikap "top-down" Karena untuk memimpin begitu banyak orang,perlu ada ketegasan dalam memberikan perintah ataupun petunjuk. Sikap yang ragu ragu atau terlalu banyak memberikan kesempatan diskusi,hanya  akan menghabiskan waktu untuk "debat kusir" dan berakhir dengan terbengkalinya suatu pekerjaan.

Karyawan adalah orang yang digaji untuk melakukan perintah dari atasan. Walaupun seorang Pimpinan perusahaan  yang arif,mungkin saja akan bertanya kepada karyawannya :" Bagaimana sebaiknya menurut anda semua?" Tapi biasanya hal tersebut dilakukan,sekedar sebagai petanda bahwa ia menghargai karyawannya. Tapi yang akan dilaksanakan adalah sesuai dengan rancangan awalnya.

Jangan Bawa Masuk Sikap "Top-Down" Kedalam Kehidupan Berumah Tangga

Pengertian :"harmonis"adalah seimbang ,selaras,sejalan ,sinergi ,tidak berat sebelah dan tidak pincang.  Pengertian ini,bukan dikutip dari kamus,melainkan pemahaman secara umum ,sebagai orang awam . Kalau salah seorang dari pasangan hidup,membawa sikap "top-down" kedalam kehidupan rumah tangga,maka sejak saat itu,keharmonisan sudah tergeser.  Karena ada seorang yang memerintah dan yang lainnya harus mematuhinya.

Banyak  orang menyangka ,bahwa sikap "top-down" dalam keluarga,pelakunya adalah Pria (suami),padahal dalam kehidupan nyata,tidak sedikit sikap top-down justru dipertontonkan oleh istri,tanpa rasa sungkan terhadap orang lain yang mendengarkan.

Mempertontonkan Kesenjangan Dalam Bersikap

Sebagai sebuah contoh,beberapa bulan lalu,ketika kami sedang menunggu taksi dan duduk diruang tamu di Apartement di Kemayoran.seorang wanita terdengar berbicara dengan suara lantang kepada seorang pria :' Mas,ntar jangan lupa ,setelah jemput anak anak disekolah,diantarkan ke les Piano. usai les piano,dirumah suruh mereka mengerjakan PR . Mama mau buru buru ke kantor,sudah telat nih " ,kata wanita yang berpakaian seperti layaknya orang kantoran ,sambil berlalu. 

Beberapa orang yang juga duduk bersama kami di lobbi tersebut,terpana menyaksikan adegan tidak sedap ini. Tapi karena hal tersebut adalah urusan  mereka suami istri,maka orang yang mendengarkan ,hanya bisa geleng geleng kepala. Kasian suaminya,yang mungkin karena malu,terus buru buru masuk kedalam.

Tentu kita tidak harus "kepo" membahas urusan orang lain.Tapi setidaknya"drama satu babak" tersebut,kiranya sudah cukup untuk menyadarkan kita,bahwa sikap memerintah ,terasa sangat melukai perasaan pasangan hidup.  Jadi ,siapapun pelakunya, sikap memerintah dalam kehidupan berkeluarga, sangat berpotensi,menjadi bom waktu,yang sewaktu waktu dapat meledak dan menghancurkan,rumah tangga yang mungkin sudah bertahun tahun dibina Karena betapapun sabarnya seseorang,pasti ada batasnya,yang dapat membuat perasaannya yang sudah tertekan ,akan meledak.

Hindari Bawa Embel Embel Dalam Rumah Tangga

Sehebat apapun kedudukan kita dalam perusahaan atau mungkin menjadi Kepala Sekolah,Kepala Kantor atau apapun jabatan yang disandang, begitu masuk kedalam rumah,hendaknya dilepaskan. Karena dalam rumah tangga,terdiri dari suami,istri dan anak anak. Suami adalah kepala keluarga ,tapi bukan boss ,yang boleh memerintah sana sini. Sementara istri adalah "ratu rumah tangga".namun tentu saja,tugasnya bukan hanya bersolek sepanjang hari. Sehingga dengan menjaga kesimbangan dan bersinergi dalam mengarungi kehidupan rumah tangga, maka keharmonisan rumah tangga dapat dirawat sepanjang hayat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun