Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Iri Menyaksikan Australia Sukses Terapkan "Bhinneka Tunggal Ika"

18 April 2018   08:04 Diperbarui: 18 April 2018   08:52 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : fajar.sumatra.co


Padahal Mereka Tidak Tahu Apa Artinya

Resiko menulis hal seperti ini adalah kemungkinan dianggap sebagai orang yang berjiwa a-nasional .Dan lebih parah lagi ,jangan jangan dibilang pemuja negeri berhala ,karena  memuji muji negeri orang  dan seterusnya.Tapi kalau sebuah kenyataan yang dapat menjadarkan kita untuk mengubah sikap mental,mengapa tidak boleh diungkapkan? Apakah hanya karena keder disebut sebagai orang yang tidak berjiwa nasional,tidak cinta bangsa dan seterusnya,terus membuat kita bungkam sejuta bahasa?

Mengenai ,apakah diri saya  sungguh berjiwa nasional atau tidak,tentu hanya Tuhan  dan saya yang tahu.  Karena semua orang bisa menepuk dada  dan meneriakkan bahwa dirinyalah orang yang paling berjiwa nasional. Bahkan para koruptor yang merampok uang rakyat juga ,menyebut diri mereka berjiwa nasional. Begitu juga bandar dan pengedar narkoba ,mungkin mengklaim diri mereka juga nasionalis sejati. Pemahaman makna yang terkandung dalam kata "berjiwa nasional" belakangan ini,memang semakin bias dan hanya dipahami secara orang perorang.

Kembali Kejudul Tulisan

Secara pribadi,diri saya dapat dikategorikan sebagai orang yang triple minoritas di negeri Kanguru ini. Alasannya adalah :

  1. Saya lahir di Indonesia
  2. Kakek nenek buyut saya juga lahir di Indonesia 
  3. Salah satu nenek buyut saya pribumi (asli)
  4. Hingga saat ini,saya masih memegang paspor R.I
  5. Bahasa Inggeris saya cuma cukup untuk komunikasi di pasar

Tapi selama lebih dari sepuluh tahun tinggal dan bergaul dengan  warga lokal.,belum pernah sekali jua mendapatkan  perlakuan yang bersifat membedakan ,bahwa saya adalah orang Indonesia dan warga lokal adalah warna Australia. Sungguh saya tidak pernah merasakannya. Perlakuan yang saya terima adalah setara dengan Warga Australia,padahal saya masih pemegang paspor RI dan sah sebagai warga Indonesia.Yang membedakan hanya dua hal,yakni saya tidak boleh ikut memilih dan tentu juga tidak boleh ikut dipilih.

Negeri Sekuler Yang Mencontohkan Hidup Rukun Dalam Keberagaman

Berbagai fakta yang ada dilapangan,serta mengalaminya sendiri,selama kurun waktu lebih dari sepuluh tahun dan berpindah pindah dari Queensland ,ke NSW dan kini di Western Austaralia,belum pernah saya merasa terusik,karena saya merupakan pendatang. Walaupun Australia sering di gunjang ganjingkan sebagai negara sekuler,feodal ataupun kapitalisme ,namun hingga detik ini rasanya belum pernah terdengar ada orang Indonesia yang diperlakukan secara tidak adil disini,kecuali memang karena terbukti telah melakukan pelanggaran.

Secara pribadi saya  sudah 3 kali harus membayar tilang,karena kesalahan sendiri. Walaupun terasa berat membayar 3 X 200 dolar= 600 dolar atau 6 juta rupiah,tidak ada jalan damai. Satu satunya jalan adalah melunasi denda atau masuk ke bui.

Aturan  dan sanksinya bila melanggar, disini benar benar dijalankan. Seperti yang sudah pernah saya tuliskan,menyiksa seekor anjing milik sendiri,didenda 5000 dollar dengan hukuman tambahan:"dicabut haknya untuk memelihara hewan peliharaan seumur hidup" .Dengan catatan bila masih terjadi lagi hal yang sama,yang bersangkutan akan dipenjarakan.Bayangkan ,kalau menyiksa seekor anjing milik sendiri saja sudah di perkarakan,apalagi menyiksa manusia.?

Menceritakan pengalaman hidup di negeri orang,tentu bukan untuk meremehkan negeri sendiri,melainkan mencoba memberikan masukan ,yang mungkin dapat menyentuh rasa dan kepekaan hati.Betapa negeri yang dianggap negara sekuler dan tidak mengenal Bhinneka Tunggal Ika,ternyata,mampu secara umum menciptakan rasa aman dan nyaman,bagi semua penduduknya.,walaupun jelas berbagai tindak kejahatan masih tetap terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun