Bekerja paruh waktu,tentu saja tidak ada masalah. Tetapi bekerja separuh hati,pasti akan membawa masalah. Filosofi hidup ini,mungkin sudah terkesan kuno ,bila dibandingkan dengan menggebu  gebunya, masyarakat menyambut zaman : "now'. Segala sesautu yang berbau motivasi dan menyirat inspirasi ,dianggap seakan sudah tidak lagi up to-datelagi untuk dterapkan.
Akan tetapi bila kita menyaksikan kehidupan yang sedang berlangsung di tengah tengah masyarakat kita,ternyata kegagalan dalam berbagai bidang usaha, bahkan kegagalan dalam membina rumah tangga,penyebab terbesarnya adalah karena menjalaninya dengan separuh hati. Saking terlalu banyaknya yang akan direncanakan,tapi tidak memiliki kemampuan untuk menempatkan semua rencana sesuai dengan urutan prioritasnya.
Padahal sejak dari SD semua orang sudah diajarkan disekolah,untuk menempatkan nomor 1 diurutan pertama,namun dalam kehidupan nyata, ternyata banyak orang yang tidak mampu menempatkan kegiatan yang dilakukannya, sesuai dengan semestinya. Mana yang patut didahulukan dan mana yang boleh dinomor duakan, serta seterusnya.
Berbagai Pengalaman Hidup
Sejak  kami pulang ke indonesia minggu lalu, hampir tidak ada waktu yang lowong,Karena begitu banyak sahabat dan sanak keluarga yang ingin bertemu. Bagi kami,tentu saja hal ini,merupakan sebuah apresiasi, karena walaupun sudah sangat lama tidak pernah bertemu, sahabat dan kerabat kami tidak melupakan kami.
Disamping bernostalgia,tentu saja kami mulai terlibat dalam beragam pembicaraan yang tidak jauh jauh dari perjalanan hidup ,yang sedang ditekuni.Keluhan terbanyak yang  saya dengarkan ,adalah walaupun sudah berusaha bekerja keras, tapi hingga bertahun tahun, belum tampak tandah tanda tanda, bahwa nasib akan mengalami perubahan kearah perbaikan. Dan sebagai orang yang dianggap sudah kenyang, makan asam garam dan mereguk pahitnya empedu kehidupan, saya mencoba  membarikan beberapa saran,yang mungkin ada manfaatnya .
Ternyata Hobi Menempati Urutan Pertama
Sedang kami terlibat pembicaraan santai. tiba tiba ada telpon masuk.Dan  keponakan saya minta izin untuk menerima telpon. Dan mungkin salahpencet, suara pembicaraan terdengar sangat jelas. "Edi,barang yang saya pesan,bisa tolong antarkan sore ini? " suara dari telpon diseberang sana.Dan dijawabn oleh keponakan saya: "Aduh, maaf ya Jon, sore ini saya main badminton,gimana kalau besok pagi?"
Dan yang dipanggil :"Jon" menjawab,:" Okelah kalau anda sibuk,nggak apalah,saya ambil sama yang lain saja ya" dan hubungan terputus.
Untuk sesaat saya terpana. Mau menengor ,tidak enak,karena bukan anak kami. Rasanya aneh banget,ada kesempatan orang pesan barang,yang seharusnya direspon dengan antusias,malah mau ditunda hingga esok pagi, hanya lantaran mau main badminton. Padahal Edi baru saja beberapasaat lalu menceritakan bahwa. persaingan dalam bisnis yang digelutinya, semakin ketat. Tapi ketika ada yang mau memesan barang,malahan ditunda. Mengabaikan peluang bisnis,yang didepan mata,hanya karena tidak ingin kehilangan kesempatan menekuni hobbi.
Secara halus,saya mencoba menyarankan kepada keponakan saya,bahwa seharusnya bisnis di nomor satukan dan hobbi adalah setelah urusanbisnis selesai.