Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memetik Pesan Moral dari Opera La Boheme

8 Februari 2018   09:57 Diperbarui: 8 Februari 2018   10:12 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi : roselina tjiptadinata


Tanggal 3 Pebruari 2018 yang baru saja berlalu,saya dan istri menyempatkan diri untuk hadir dalam Opera beken di dunia,yang berjudul :"La Boheme".Seperti telah diceritakan oleh istri saya dalam tulisannya ,yang berjudul :" Pertama Kali Menyaksikan Opera La Boheme.

Sejujurnya,kami berdua sama sekali tidak mengerti seluk beluk Opera.Dulu pernah menonton Opera :"San Pek Eng Tay" ,namun baru kali ini menonton Opera yang sudah mendunia,yang dipentaskan untuk pertama kalinya pada tahun 1896.

Pesan  Moral Yang Dapat Dijadikan Renungan

Yakni tentang kisah cinta yang mengharuskan antara Rodolfo dan Mimi,yang sama sama berada dalam lingkungan  masyarakat miskin dan hidup melarat.Merasa sama sama senasib,teman temannya,dengan ikhlas menjual perhiasan,mantel dan apa saja yang dapat dijadikan uang,demi untuk menyelamatkan Mimi yang diserang penyakit parah . Namun segala upaya tersebut ,ternyata tidak membuahkan hasil. Mimi meninggal dalam keadaan nestapa.

Disini kita menyaksikan,walaupun terjadinya jauh dari negeri kita,namun pesan moralnya ,tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi dan terus berlangsung di negeri kita.Bahwa orang orang yang hidup dalam kemelaratan,terjalin hubungan batin yang sangat erat. Mereka dengan ikhlas,melepaskan barang barang kesayangan,demi untuk membantu sahabatnya yang sedang menderita. Hal inilah yang dulu pernah saya alami selama tinggal dikampung halaman saya di kota Padang.

Namun hidup dikota besar,telah menyebabkan prilaku manusia berubah total. Orang menjadi egois,bahkan tetangga sebelah dinding meninggalppun tidak diketahui. Hal ini kami alami ,ketika kami tinggal di apartement Boulevard di Kemayoran -Jakarta pusat. Sama sama tinggal di lantai 27 BL.namun komunikasi hanya sebatas mengucapkan selamat pagi. Karena tinggal di kota besar,menyebabkan banyak orang secara tanpa sadar tergiring untuk selalu berada dalam siaga satu.Karena salah mempercayai orang,bisa berakibat fatal. Hubungan interaksi sesama manusia,semakin kerdil.

15.000 Orang Hadir Dilapangan Terbuka,Tapi Tak Sepotong Sampah Terserak

Dilapangan Supreme Court Gardens hadir lebih dari 15 ribu orang,menurut pembawa acara. Namun uniknya,selama acara berlangsung,tidak ada satupun bunyi  Ponsel,yang berdering.Tidak ada suara berbisik bisik.Bahkan orang  ikhlas menahan mau ke toilet ,hingga waktu istirahat,agar jangan sampai mengganggu orang lain yang sedang asyik menonton Opera.

Mereka sangat menghargai orang yang sedang menjalankan tugasnya sebagai pemain Opera.

Usai pertunjukan,saya mencoba menengok keseluruh lapangan,sambil berjalan menuju kepintu keluar.Ternyata tidak satu potongpun sampah tercecder.Padahal kalau mereka mau meninggalkan sampah dimalam hari,tidak akan ada yang menengoknya,Namun sense of belonging" atau merasa ikut memiliki,telah menyebabkan mereka mampu disiplin diri.

Mungkin hal ini dapat dijadikan masukan bagi kita semuanya di tanah air kita

Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun