Karena di DPR bisa negosiasi
Saya pernah membaca sebuah tulisan tentang bercukur di DPR di Kompas.com. Tapi sudah lupa judulnya dan tidak berani ngarang judul, karena bisa dikenakan pasal "melanggar hak cipta". Jadi ingat, tempo dulu, rata rata warga Padang, yang hidupnya pas-pasan atau di bawah standar, kalau mau menggunting rambut, lebih memilih di DPR atau (D)i Bawah (P)ohon (R)indang karena di sana kita bisa bernegosiasi, sambil berbisik-bisik.Â
Dan hasil negosiasi atau diplomasi ala kampung, setahu saya belum pernah mengalami kegagalan. Minimal apa yang saya rasakan. Pokoknya datanglah ke DPR dan bernegosiasilah tanpa perlu main alot-alotan, dijamin goal. Duduk manis, diselimutkan dengan kain putih yang sudah lusuh dan pekerjaaan kasak-kusuk itu pun dimulai, di bawah semilirnya angin. Bedanya, kalau duduk di DPR ini sambil terkantuk-kantuk, maka setelah selesai urusan, kita bukan menerima sesuatu, melainkan harus membayar. Unik juga, bagian tubuh kita digunting dan dibuang di tempat sampah, bukannya marah, malahan kita senang dan membayar orang yang sudah memutilasi bagian dari kepala kita.
Setidaknya hal ini saya alami selama bertahun tahun, sewaktu masih tinggal di Pasar Tanah Kongsi di Padang. Di belakang pasar tersebut, yang jalanannya becek bagaikan sawah, bila hujan sehari sebelumnya, Pak Udin selalu setia menunggu di bawah pohon kedondong yang rindang. Ada kaca yang mungkin dicomot di jalanan, lumayan bisa bercermin di sana. Ada sisir yang sudah merupakan sisir abadi karena tidak pernah diganti selama minimal 7 tahun lamanya.
Bercukur di Australia kena berapa?
Bercukur di Australia, rata rata kena 30 dolar untuk orang dewasa dan anak anak 15 dolar. Saya sudah keliling Australia, tapi tidak menemukan tukang cukur DPR. Sedangkan untuk membayar 30 dolar, hanya untuk buang rambut saja, nggak usah yaa. Lebih baik minta istri saya yang menggunting rambut saya.. Gratis dan pasti tidak salah potong. Uang yang seharusnya dibayarkan ke Barber shop 30 dolar,bisa kami nikmati untuk makan siang di pantai sebanyak 3 kali..
Tahun lalu, ketika ada kesempatan pulang kampung, saya mencoba melakukan napak tilas ke Pasar Tanah Kongsi. Tapi saya sedih, karena Pak Udin yang mencukur kepala saya, konon sudah lama almarhum. Dan kepiawaiannya dalam gunting mengunting kepala, tidak diturunkan kepada ahli warisnya. Apalagi pohon kedondong yang rindang sudah lama tiada.
Manusia memang unik atau hanya saya sendiri yang aneh?
Hidup sudah enak, tinggal di Australia dan tinggal makan tidur saja, nggak usah mikirin kerja, eee malah rindu bercukur DPR .Memahami diri sendiri saja, sudah susah, apalagi memahami diri orang lain. Saya tidak mengerti,mengapa saya jadi rindu gunting rambut di bawah pohon rindang, padahal di sini ada barbershop yang full ac, kursi empuk dan dilayani seperti setengah raja. Aneh, unik atau wajarkah? Mohon masukannya, terima kasih.
By the way, bercukur di DPR memang sangat mengayikkan!
Tjiptadinata Effendi