Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Baru Sadar Kesalahan yang Dilakukan 47 Tahun Lalu

1 Januari 2018   19:16 Diperbarui: 1 Januari 2018   19:53 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:kelapaparutpesanantarpalembang.blogspot.com.au/seperti inilah kerja saya sewaktu tinggal di pasar Tanah Kongsi,semua orang Padang,yang seusia saya,pasti tahu kisah hidup kami


Membuka Aib Diri,Agar Dapat Jadi Pelajaran Hidup Bagi Orang Banyak

Tulisan saya tentang cuplikan biografi kami selama berjualan Kelapa di Pasar Tanah Kongsi di tahun 70 an,ternyata dibaca dengan teliti oleh putra pertama kami. Karena  dirinya disebut sebut dalam sepotong kisah hidup kami tersebut .Ketika kami  diajak makan bersama,maka sambil bercerita tentang masa lalu kami yang gelap gulita,putra kami mengoreksi tentang apa yang saya tulis di artikel tersebut. "Papa,saya dan mama pada waktu itu,bukan beli kelapa di Stasiun Kereta Api  di kota Padang,tapi kami naik kereta api menuju ke Pariaman. Disana baru membeli kelapa dan kemudian dibawa lagi dengan kereta api ke Stasiun Padang Dari sini,kami naik beca ,untuk bawa pulang kelapa ke Pasar Tanah Kongsi"

Semuanya  diucapkan dengan tenang dan santai.Namun bagi saya sungguh merupakan sebuah kejutan  Ada perasaan bersalah yang amat mendalam,betapa teganya saya ,sebagai kepala keluarga,membiarkan istri dan anak kami,yang waktu itu belum genap 4 tahun, jam 3 subuh sudah bangun dan naik Kereta Api ke Pariaman.Selama ini ,saya mengira bahwa istri dan anak kami yang pada saat itu baru satu orang,naik beca ke Stasiun Kereta Api di Padang dan  kemudian membawa pulang ke kedai kami. Sungguh,saya merasa sangat terpukul,karena melakukan kecerobohan,tidak bertanya dengan jelas .Hanya menangkap sepotong,yakni ke Stasiun Kereta Api .

Pikiran ini,menimbulkan rasa bersalah yang mendalam pada saya.Dan malam ini,kembali saya bicarakan hal ini pada istri saya dan minta maaf,karena selama ini,sudah membiarkan istri dan anak kami yang masih balita,naik Kereta Api sejak subuh ,ke Pariaman untuk beli kelapa.Betapa teganya saya! Tapi semuanya sudah terjadi.Dan apa yang terjadi tidak mungkin dapat diubah lagi.

Mengapa Urusan Keluarga Diumbar Ke Medsos?

Pasti bukan untuk mencari sensasi.Dan pasti juga bukan untuk mendapatkan simpati. Melainkan ,berharap,bahwa kesalahan yang pernah saya lakukan ini,jangan sampai terulang pada diri orang lain. Karena perasaan bersalah terhadap anak dan istri,tidak pupus hanya dengan permohonan maafWalapun anak dan istri saya jelas tidak menganggap hal ini sebagai kesalahan saya,mengingat bangun pagi,saya sudah harus menimba air sumur hingga kering,karena setiap hari ada tikus atau kucing yang terjatuh kedalam sumur dan esok paginya sudah mengembung. Maka untuk dapat menggunakan air sumur untuk mandi,maka harus dikeringkan dulu  dan menunggu air yang baru mengalir dari mata air.

Semoga tulisan ini ada manfaatnya ,untuk dipetik hikmahnya oleh pembaca.

Tjiptadinata Effendi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun