Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Banyak Motivator yang Tumbang?

16 Desember 2017   20:38 Diperbarui: 17 Desember 2017   18:46 14894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Menolong orang lain, tentu saja merupakan sebuah perbuatan yang patut menjadi contoh. Akan tetapi bilamana kondisi kita sendiri sedang parah, maka alangkah baiknya,menyelamatkan diri sendiri terlebih dulu, baru membantu menyelamatkan orang lain.

Dalam setiap penerbangan, baik penerbangan domestik maupun internasional selalu diingatkan kepada para penumpang. Bila dalam keadaan marabahaya, maka gunakanlah masker anda terlebih dulu, baru menolong yang lainnya. Karena kalau diri sendiri tidak berdaya, maka mustahil dapat berbuat sesuatu untuk membantu orang lain.

Hal ini berlaku juga dalam kehidupan kita dibidang bidang lainnya. Banyak orang yang lupa, bahwa sesungguhnya dirinya dan keluarganya sedang dalam krisis kehidupan. Bukan hanya semata di bidang ekonomi, tapi boleh jadi dalam keharmonisan hidup berumah tangga, namun lebih peduli pada orang lain, daripada keluarganya sendiri. Sibuk memberikan petuah sana sini, bahkan menjadi motivator terpopuler di mana mana. Tetapi rumah tangganya berakhir secara sangat menyedihkan.

Akibat Terobsesi Popularitas Diri yang Semu

Hal ini disebabkan, orang terobesesi atau dalam bahasa keseharian dikatakan: "tergila gila" akan sanjungan terhadap dirinya. Dijadikan sosok panutan bagi ribuan orang dan setiap tampil didepan umum. Mendapatkan applaus dari ribuan fansnya.  Tanpa perlu untuk menyebutkan nama-nama "Sang Motivator" tersebut, agaknya kita semua sudah memahaminya. Karena itu, perlu kita sadar diri, bahwa dalam hidup ini, orang tidak hanya perlu belajar dari kesuksesan orang lain, tetapi juga dari kegagalan yang dialami orang lain, agar jangan sampai mengalami hal yang sama.

Menertawakan kejatuhan orang lain, adalah sebuah penistaan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan. Namun orang perlu tahu, untuk menjadi pelajaran hidup,mengapa sosok yang begitu populer dan sempat dikultuskan orang banyak pada akhirnya ketahuan, kehidupan keluarganya berantakan.

Perlunya Mawas Diri

Menjadi orang terkenal dan dihormati di mana mana, tentu saja sangat menyenangkan, termasuk diri saya pribadi sudah pernah merasakannya, Tampil sebagai pembicara di berbagai stasiun televisi dan berbagai seminar yang bertaraf nasional. Dihadiri Gubernur dan menteri ,serta kalangan akademis dan menjadi pusat perhatian. Bayangkan,begitu masuk ruangan, sudah berebutan orang ingin menyalami. Saat saat seperti inilah yang seringkali membuat orang mabuk kepayang dan lupa diri. Seakan dunia sudah menjadi miliknya.

Karena itu sangat penting, kita selalu mawas diri dalam menjalani masa masa keemasan dalam perjalanan hidup ini. Baik dalam karir, maupun dalam bidang bidang lainnya. Menyadari bahwa tepuk tangan dan  di elu-elukan orang banyak hanya bersifat sementara dan jangan sampai memabukkan diri kita, sehingga lupa diri dan mengabaikan hal yang paling utama, yakni keharmonisan dalam rumah tangga. Kata kuncinya adalah sadar diri atau mawas diri, Dalam kata "mawas diri" ada alarm yang mengingatkan diri kita, bahwa hal yang terpenting dalam hidup ini adalah keluarga. Popularitas diri hanyalah aksesoris belaka

Sudah begitu banyak contoh-contoh hidup, betapa "Sang Motivator" yang dulunya disambut gegap gempita harus terkandas dan terhempas dilanda badai dalam keharmonisan rumah tangganya. Mari kita belajar dari kegagalan orang lain, agar janganlah kita sampai mengalami hal yang sama.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun