Sekali Berdusta,Maka Dalam Hitungan Detik Dusta Kita Sudah Menyebar Keseluruh Dunia
Sekali jemari kita menekan tombol :"tayang",maka dalam hitungan detik,tulisan kita sudah menyebar kemana mana. Mungkin jauh lebih cepat daripada menyebarnya virus flu burung.Sebagai contoh,begitu saya posting tentang perjalanan ke Kalgoorlie,dalam hitungan detik ,sudah ada pesan WA dari cucu dan ponakan di Indonesia.Bahkan adik kami yang berada nun jauh di negeri asalnya Ice Cream Gelato,yakni Italia.
Hal ini dapat dimaknai positif,yakni lewat tehnologi terkini,dalam sekejap sebuah berita tentang berbagai peristiwa,hanya dengan mengerakkan satu jari kita saja untuk menekan tombol :"Publish",maka dunia sudah mengetahuinya. Sisi lainnya, apabila dalam menulis,entah sadar atau hanya terpeleset dalam menuliskan kata kata,terbungkus sebuah kebohongan,maka kendati kita bisa menghapus artikel yang sudah ditayangkan,namu yang sudah terlanjur di sharing kan via facebook ,google,twittter dan sebagainya,sudah tidak lagi mungkin dikejar.
Dalam seminar The Secret of Natural Walking,yang diselenggarakan di Joondalup Library,hadir sekitar 120 orang dari berbagai belahan dunia. Salah seorang dari Perserta,adalah pak Dwi (nama sesungguhnya),yang dulu bertugas di Makasar. Datang menyalami saya dan mengatakan :"Mungkin pak Effendi,sudah lupa, 14 tahun lalu,saya minta tanda tangan bapak ,sewaktu gelar buku di Gramedia Makasar.Baru kini kita ketemu di Australia .Tadi sempat berbicara dengan keponakan pak Effendi,ternyata apa yang dituliskan di buku ,sungguh sungguh bagian dari biografi pribadi ya pak.Saya salut"
Menceritakan Apa Adanya
Saya lega,karena tidak pernah dengan sengaja menuliskan kebohongan.,entah mungkin ada yang tanpa sadar saya lakukan. Tidak terbayangkan,seandainya saya bercerita,bahwa dulu saya turunan dari bangsawan,tapi ketahuan bahwa ayah saya alm. adalah Kusir Bendi dan saya sendiri adalah tukang jual kelapa. Hal inilah yang selalu saya jadikan password ,yakni :" jangan ada dusta dalam menulis".Karena bagi saya pribadi,adalah jauh lebih baik menceritakan secara jujur,kalau memang diri kita bukan siapa siapa dan pernah bertahun tahun ,hidup melarat.
Mengakui dengan jujur,bahwa dulu,untuk makan sebungkus nasi rames untuk dimakan bertiga dengan anak dan istri,tidak jarang harus berutang.Bahwa untuk mengobati anak yang lagi kejang kejang,akibat ketiadaan dana dan tak ada sanak keluarga yang mau meminjamkan uang,maka cincin kawin,harus direlakan dijual.Bercerita apa adanya,bukanlah hal yang aib dan memalukan,minimal bagi saya pribadi.Yang memalukan adalah menceritakan sesuatu kebohongan,hanya untuk menciptakan image :"wah"
Seperti kata pribahasa :"Kejujuran ,adalah mata uang yang berlaku diseluruh dunia"
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H