Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salah Membajak Sawah, Rusak Padi Semusim dan Salah Mendidik, Rusak Satu Generasi

13 September 2017   08:58 Diperbarui: 13 September 2017   10:55 1191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
keterangan foto: menerapkan hidup dalam keberagaman di negeri orang./dokumentasi pribadi

Ditangan Orang Tua Masa Depan Anak Anak Dipertaruhkan
Mencoba menelusuri siapa pencetus frasa ini untuk pertama kalinya dengan berselancar di internet,tidak ditemui pencetus idenya. Jadi dapat dikategorikan sebagai anonim dan sudah dianggap merupakan warisan bagi bangsa Indonesia. Ada pesan moral mendalam yang dapat disimak melalui kalimat sederhana diatas.dan dapat dijadikan renungan diri, Bahwa kesalahan yang kita lakukan, tidak hanya diri sendiri yang merasakan akibatnya, tapi menurunkan efek negatif berkepanjangan.Kekeliruan yang dilakukan dalam melakukan pekerjaan ,pasti akan mengakibatkan kita menanggung rasa sakit yang mendalam. 

Kalau boleh kembali saya mengambil contoh, kesalahan yang pernah saya lakukan dalam mengelola perusahaan kami. Yang menyebabkan perusahaan mengalami stagnasi Bahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup kami pada waktu itu,istri saya ikhlas menjadi sopir antar jemput anak anak sekolah. Hal yang tentu menyakitkan bagi kami sekeluarga. Baru beberapa tahun kemudian bisa pulih kembali.

Mendidik Anak Hidup Dalam Keberagaman
Belakangan ini, sudah menjadi viral di berbagai medsos,tentang tebar hoaks dan kebencian. Yang dilakukan oleh beberapa orang yang berasal dari berbagai kalangan.dan beragam komunitas masyarakat.Bahkan konon, ada yang sampai tega menghina ibu negara. Mengapa saya tuliskan kata :"konon",karena saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan tidak ingin terburu buru men "justice" seseorang, hanya karena membaca pesan lewat WA atau medsos. Orang tidak dapat secara serta merta menjadi orang baik dan begitu juga tidak dalam sekejab orang dapat menjadi penjahat. Butuh proses yang diawali dengan tercemarnya jiwa seseorang sejak masih kanak kanak. 

Peran orang tua,keluarga dan lingkungan sangat mempengaruhi cara berpikir seseorang, Dan apa yang ditanam atau tertanam sejak masih kanak kanak,akan terekam dalam memory mereka dan menjadi pedoman dalam mengarungi kehidupan. Bila yang mereka terima adalah contoh teladan yang negatif yang menjurus kepada sara dan kebencian terhadap suatu komunitas masyarakat tertentu, maka hal ini akan dianggap sebagai sebuah kebenaran. 

Hal ini akan terbawa hingga mereka menjadi dewasa. Bahkan tidak rasa kebencian yang ditanamkan sejak kanak kanak, tidak dapat dinetralisir oleh pendidikan yang diperoleh dibangku kuliah. Karena itu dapat disaksikan betapa seseorang yang menyandang titel berlapis dan menempati jabatan penting, tetap saja prilaku dan tutur katanya menelorkan hal hal yang bernada sara dan tebar kebencian. Bahkan hingga usia menua,tak mampu membersikan noda noda kebencian yang sudah tertanam sejak mereka masih kanak kanak.

Anak Anak Butuh Contoh Nyata
Memberikan nasihat,petuah dan petata petiti kepada anak anak dan mendiidik mereka agar hidup sesuai dengan ajaran iman masing masing ,tentu saja sangat baik.Bahkan merupakan kewajiban setiap orang tua, Akan tetapi hal ini harus diselaraskan dengan  contoh nyata dalam keseharian. Karena bagi anak anaik ,mendengarkan nasihat dan petuah petuah hari ini, mungkin dalam kurun waktu singkat sudah dilupakan / Akan tetapi contoh teladan dan panutan mereka saksikan setiap hari dalam keluarga,akan terekam dalam memori mereka dan mengendap seumur hidup. 

Secara tanpa sadar diyakini,bahwa itulah jalan hidup yang harus dijalani. Sebagai orang yang terlahir dari keluarga yang sudah berbaur dalam berbagai etnis ,yakni nenek buyut asli dari Nias dan Payahkumbuh,maka sejak kecil saya sudah terbiasa hidup dalam keberagaman, Kami berbicara dirumah dalam dialeg Padang dan bila berkunjung kekampung halaman orang tua dan nenek buyut kami di Payahkumbuh,maka saya berbicara dalam dialek setempat, Hal ini kami terapkan dalam mendidiik anak anak kami, Bukan hanya dengan petuah sana sini,tapi benar benar kami pratikkan dalam kehidupan nyata. Dalam keluarga besar kami ada orang Minang ,orang Jawa,Orang Nias, Orang Batak dan seterusnya

Mencontohkan Bagaimana Hidup Damai Dalam Keberagaman
Kami termasuk keluarga Tionghoa yang pertama kalinya keluar dari lingkungan hidup di Kampung Cina dan tinggal di komplek Wisma Indah dan hidup berbaur dengan berbagai suku .Rumah kami open house,bukan sekali setahun,tapi 24 jam sehari,untuk siapa saja, Kami menjadi sahabat baik orang orang sekampung, /bukan karena bagi bagi hadiah,melainkan karena menjalin hubungan baik.

Tidak memilih level,manapun,Saya berteman dengan wali kota ,dengan tukang kebun dan seluruh tetangga yang berada disana, Hasil terapan ini mendasari pendidikan anak anak kami dan menjadi pedoman mereka dalam menjalani hidup. Mereka membuka diri untuk bersahabat dengan siapa saja,tanpa ada sekat suku dan beda agama

Menerapkan Hidup Dalam Keberagaman Di Negeri Orang

Sejak lebih dari 10 tahun menumpang tinggal di Australia,hal pertama yang kami lakukan adalah bergaul dengan bergabung di multicultural centre,dimana berkumpul orang orang dari berbagai suku bangsa dan lintas agama.Merupakan perjalanan hidup yang penuh kegembiraan dan berkat, karena mendapatkan kesempatan untuk mengenal orang orang dari berbagai suku bangsa di dunia. Tulisan ini bukan merupakan usaha tebar pesona terselubung, karena saya bukan siapa siapa dan tidak perlu pakai tebar pesona,Melainkan sekedar mengaplikasikan hidup berbagai cuplikan kisah hidup,yang mungkin ada manfaatnya untuk orang banyak,Setidaknya menjadi masukan yang berharga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun