Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Akibat Terburu-buru, Harus Bayar Uang Sekolah Sangat Mahal

2 September 2017   08:14 Diperbarui: 2 September 2017   18:36 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Depositphotos

Apapun yang Dilakukan Terburu Buru Pasti Tidak Akan Berhasil Maksimal

Saking terobsesinya untuk melakukan sesuatu hal, sering tanpa sadar membuat kita terdorong untuk terburu buru. Dari mulai hal yang kecil dan tampak sepele, hingga menyangkut hal hal menentukan jalan hidup kita. Ada begitu banyak contoh yang terjadi di hadapan kita, setiap harinya, namun kita terlalu sibuk untuk berbagai hal,sehingga luput dari perhatian.

Contoh kecil saja, saking terburu buru mau berangkat ke tempat perkerjaan, tanpa sadar mereguk kopi yang masih panas. Akibatnya mulut terbakar dan tidak jadi menikmati kopinya. Terburu buru ke bandara, karena takut terlambat, di tengah jalan baru sadar bahwa Paspor ketinggalan di rumah. Akhirnya mau tidak mau, harus balik lagi kerumah. Membuang waktu dan biaya taksi yang semakin membengkak.

Terburu Buru Berangkat,Lupa Musim Dingin

Atau saking antusiasnya mau keluar negeri dan dana mencukupi,terus buru buru beli tiket online. Baru ketika dipesawat, ada pengumuman,bahwa temperatur di darat akan mencapai minus 15 derajat Celcius,baru sadar diri,bahwa saking terburu buru,tidak lagi memperhitungkan tentang musim dingin di negeri orang. Contoh contoh diatas adalah pengalaman pribadi saya. Sehingga saya hampir mati sewaktu 10 hari berada di Tibet dengan temperatur berada 15-20 derajat dibawah titik beku. Seorang teman saya,yang ikut rombongan lain,tidak seberuntung saya,karena meninggal di rumah sakit Lhasa ,ibu kota Tibet,karena kedinginan dan otaknya tidak cukup mendapatkan suplai oksigen.
Antusias Penting,Tapi Jangan Abaikan Kecermatan
"Enthusiasme is one of the greatest power in life"Antusiasme adalah salah satu kekuatan terbesar dalam hidup kita.Tapi antusiasme yang tidak disertai dengan kecermatan,akan berakhir sangat menyakitkan bagi kita.Salah satunya dialami oleh sepupu saya. Terobsesi mendengarkan cerita tentang keuntungan yang sangat fantastis ,mengekspor rebung ke Jepang,maka Fredi langsung menghubungi salah satu perusahaan di Jepang. Karena di kampung kami,pohon bambu sangat banyak ,terutama didaerah Kabupaten 50 Koto. Jadi untuk komoditas rebung sangat murah dan mudah diperoleh. Akhirnya kontrak jual beli disetujui. Fredi mulai memberikan panjar atau uang muka kepada penduduk kampung,agar rebungnya jangan dijual kepada orang lain.
Ditolak Oleh Pembeli
Ternyata rebung yang diekspor,ditolak oleh Pembeli,karena yang terpakai oleh mereka hanya rebung yang masih muda. Akibat terburu buru,semua uangnya amblas. Karena seharusnya rebung diambil,sebelum matahari terbit. Sewaktu tanah baru mulai merekah ,harus digali,baru mendapatkan rebung dengan kualitas ekspor.Tapi bila rebung sudah mencuat keluar,apalagi sudah terkena sinar mentari,maka mulai mengeras.Bila digali,satu bongkah rebung,bisa mencapai berat 3 -4 kg. Padahal untuk kualitas ekspor adalah yang masih sangat muda. Yang oleh perusahaan Jepang diiris dengan mesin dan dikalengkan.Dan kemudian di ekspor lagi .
Akibat Terburu Buru Investasi
Pengalaman pahit pribadi,adalah saking mengebu gebu ingin menginvestasikan keuntungan perusahaan disana sini,saya menjadi tidak cermat. Mulai beli tanah di Kinali ,57 km dari Padang,Beli ruko di Shaphire Yogya,Beli tanah di Pekanbaru dan beli rumah di Tiga Raksa. Akibatnya .Tanah di Kinali,cuma pegang sertifikat doang,tapi tanah dikuasai penduduk.Ruko di Yogya,berperkara ,jadi nilainya nol.tanah di Pekanbaru diambil alih pemerintah,karena akan dijadikan sarana wisata,penggantian nihil. Rumah di Tiga Raksa,hampir tidak pernah kami tengok,karena nilai jualnya tidak bertambah.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya.agar tidak perlu membayar uang sekolah yang mahal,seperti yang saya alami.
Tjiptadinata Effendi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun