Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kapan Seseorang Pantas Disebut "Sudah Bau Tanah?"

20 Mei 2017   07:59 Diperbarui: 20 Mei 2017   09:04 2764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Renungan Pagi :"Kapan Seseorang Pantas  Disebut Sudah Bau Tanah?"

Malam tadi secara surprise saya menerima pesan via gmail,dari seorang teman, yang sudah lama sekali terputus kontak ,karena gonta ganti nomor HP.  Tentu saja sangat senang dapat berkomunikasi lagi dengan teman lama. Tapi diakhir emailnya ,ada pesan yang membuat saya merenung,yakni:" Pak Effendi (yang manggil saya :"Pak Tjip" hanya di Kompasiana) ,kita kita ini sudah bau tanah,mau apa lagi ya? Saya dapat kabar ,anda masih sibuk urus organisasi dan malahan menulis lagi di Kompasiana? Kita sudah bau tanah ,jangan lupa hal yang lebih penting pak Effendi "  hehehe

Karena saya pribadi termasuk orang yang sering baper atau bawa perasaan,(sungguh),maka  ending dalam pesan ini,membuat saya merenung,hingga larut malam. Mencoba melakukan introspeksi diri,apakah benar jalan yang saya tempuh selama ini keliru? Memang hingga saat ini,walaupun tinggal di Australia,tapi masih aktif ,memimpin dua organisasi sosial . Serta masih aktif menulis di Kompasiana,tanpa melalaikan kewajiban dan interaksi dalam keluarga.

Kapan Orang Pantas Disebut :"Sudah Bau Tanah?"

Jujur,dalam hati kecil,saya tidak suka istilah ini. Karena sesungguhnya hanya diucapkan ,untuk menyatakan rasa tidak suka atau mengutuk tingkah laku seseorang yang dinilai tidak pantas dalam usianya ,yang sudah lebih dari dewasa.Misalnya :"Sudah bau tanah,bukannya bertobat dan mendekatkan diri kepada Tuhan,malah kelakuan masih kayak anak ABG"

Jadi lebih tepat sebagai ungkapan sumpah serapah,untuk perbuatan seseorang yang dinilai keluar dari kewajaran dan sangat memalukan.

"All come from dust, and to dust all return."

Saya tidak tahu persis,asal muasal frasa ini,hanya sekedar menyalin dari memory saya saja. Yang dapat diterjemahkan secara bebas:"Semua yang berasal dari debu,akan kembali menjadi debu " Dalam kalimat lain,tidak ada suatu halpun yang pasti di dunia ini,kecuali manusia lahir dan kemudian semuanya akan mati.

Lahir dan kematian, manusia adalah hak preogatif Sang Mahapencipta. Karena  itu kita tidak bisa memastikan berapa sih usia yang layak disebut sudah bau tanah atau belum? Dalam bahasa Indonesia,ada pepatah lain,yang kira kira senada:"Kelapa jatuh,mumbangpun jatuh"

Artinya, bukan hanya kelapa tua yang dapat jatuh,tapi juga mumbang (kelapa masih sangat muda) pun jatuh.

Tiba Tiba Saya Sadar

Tiba tiba saya sadar,bahwa memang belakangan ini,karena sibuk berbagai urusan,saya agak jarang menghubungi, sahabat dan kerabat saya yang sudah terpencar pencar diseluruh belahan dunia. Saya lebih banyak bersifat menanti dan kurang proaktif.Mungkin inilah yang dimaksudkan oleh teman saya,agar jangan sampai saya lupa diri,karena seluruh waktu tersita oleh kegiatan organisasi dan kegiatan lainnya,termasuk menulis,sehingga melupakan prinsip :"Struggle for life and Struggle for eternallife".Berusaha untuk hidup,tanpa melupakan berusaha untuk membenahi kehidupan pribadi saya,karena "all come from dust and to dust shall return"Banyak hal yang seharusnya saya lakukan,tapi belakangan  ini agak terabaikan. 

Kalau awalnya saya agak berkecil hati kepada teman saya,karena lama tidak bertemu,ee malah tiba tiba bertemu,mengingatkan saya akan kematian. Setelah melakukan perenungan diri ,saya berterima kasih kepada teman saya,yang telah mengingatkan saya,agar tidak lupa diri.Bahwa yang takut akan kematian,yang berani mati,pahlawan ataupun pengecut,yang ahli tentang ilmu kesehatan dan yang sama sekali tidak paham tentang kesehatan,suatu waktu semua akan kembali keasalnya,

Yang dikelilingi oleh dokter specialist dari seluruh dunia maupun sosok yang terbaring di kolong jembatan,tanpa ada yang peduli akan keadaannnya,semua akan mati. Bahkan Firaun,dengan segala kekayaannya,tidak berhasil menjadikan dirinya abadi,

Jadi bila suatu waktu ada ucapan,saran ataupun kritikan yang terasa pedas atau menyengat,janganlah langsung kita marah,seperti kata pribahasa :"Terasa pahit,jangan langsung dimuntahkan, karena bisa jadi yang pahit itu adalah obat bagi kita, Dan kalau terasa manis,jangan langsung ditelan,karena yang manis itu bisa jadi racun ,bagi diri kita.

Semoga tulisan kecil ini,ada manfaatnya

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun