Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Indonesia Belum Pernah Ketemu

15 April 2017   19:07 Diperbarui: 16 April 2017   05:00 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Indonesia Belum Pernah Ketemu

Di Indonesia belum pernah ketemu, malahan ketemunya di negeri orang. Itulah perjalanan hidup,yang terkadang tidak dapat diprediksi dan diatur secara logika. Sesungguhnya sudah sejak tahun lalu,kami ingin bertemu,namun selalu ada saja halangannya,sehingga niat tetap tinggal niat,yang belum dapat diwujudkan.

Tiba di Wollongong, saya kehilangan kartu sim card vodafone, entah dimana terselipnya. Maka saya pinjam HP istri untuk mengirim berita ke Pak Giri Lumakto,menanyakan apakah memungkinkan untuk bisa ketemu pada hari Sabtu? Ternyata mendapatkan jawaban yang sangat antusias : "Ok, kalau Sabtu saya ada waktu "

Tiba tiba saya teringat,wajah pak Giri itu gimana ya? Kalau tampang kami berdua ,sudah sangat jelas. Saya coba tengok photo profile di Kompasiana,ternyata hanya gambar dua orang anak yang berusia 3-4 tahun.  Ya,sudah ntar juga ketemu,kata saya dalam hati

Maka tadi siang,jam 11,20  kami langsung menuju ke Franchis Street no,3 ,dimana Pak Giri ngekost.Setibanya disana, kami telpon dan hanya dalam waktu kurang dari dua menit, keluar seorang pria .yang tersenyum dan langsung menyalami kami berdua. Jadi tidak perlu menanya lagi,nih siapa yaa?

Dapat Hadiah Batik Solo dan Buku

Kami makan siang di salah satu restoran ,all you can eat,sambil bercerita hilir mudik dan tentu sangat mengasyikkan,seakan kami sudah kenal sejak lama. Padahal siang ini,baru pertama kalinya ,kami bersua. Sungguh sangat terasa,bahwa bersahabat itu merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri.

Pak Giri yang beruntung terpilih mendapatkan bea siswa dari pemerintah,untuk melanjutkan study S 2 di Universitas Wollongong. Sudah pasti ,karena prestasi yang ditunjukkan sebagai dosen,disalah satu universitas di Solo, sangat menonjol.

Selama berada di sini,hampir tidak ada keluhan apapun,selain biaya kost yang cukup mahal,yakni sekitar 200 dolar perminggu. Kalau transportasi bagi pemegang kartu student gratis,namun Pak Giri lebih senang naik sepeda,kecuali kalau lagi hujan.

Yang paling berat dirasakan,adalah kerinduan akan anak anak dan istri yang ditinggal di Solo. Sementara itu,dikala ada waktu lowong,selalu diisi dengan berbagai kegiatan,yakni disamping bekerja paruh waktu, juga menulis di Kompasiana. Hal ini setidaknya dapat mengurangi lonjakan rasa rindu rumah dan keluarga. Sudah menjadi rahasia umum,bahwa siapapun yang tinggal di luar negeri dengan meninggalkan kampung halaman, apalagi meninggalkan anak anak dan  istri, pasti dalam beberapa bulan awal,akan mengalami home sick. Satu satunya cara untuk membunuh kerinduan dan kerisauan hati,adalah mencari kesibukan.

Tak terasa saking asyiknya kami mengobrol,hampir dua jam kami habiskan bersama sama di restoran,yang sangat ramai dikunjungi.Apalagi hari ini adalah hari Sabtu.Sebelum berpisah,kami masing masing dihadiahkan sebuah buku karya Pak Giri, dan  sekaligus dua kain batik Solo yang amat indah,untuk kami masing masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun