Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saya Pernah Iri Hati kepada Tuhan

27 Maret 2017   22:29 Diperbarui: 28 Maret 2017   07:00 1066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dokpri.

Saya Pernah Iri Hati Kepada Tuhan

Setiap menghadiri Misa dihari Minggu,saya selalu duduk dibangku paling belakang .Bukan lantaran rendah hati,tapi memang pakaian yang saya pakai,rasanya tidak layak untuk duduk dikursi depan. Belum lagi sandal jepit yang sudah lama putus,tapi tetap dapat dipakai hanya dengan menyambungnya pakai peniti kawat.Pakaian saya yang jauh dari dapat disebut bersih,menyebabkan saya menjadi rendah diri ,berada ditempat umum, Apalagi digereja,dimana hampir semua orang berpakaian parlente.

Kalau biasanya ,saya selalu ke gereja bersama istri tercinta dan putra kami yang  baru satu dan berusia 4 tahun,kali ini saya hanya sendirian. Istri dan anak kami tergolek sakit di gubuk kami di pasar .Sebelum kegereja ,saya sudah mencari daun Mengkudu,menghangatkannya di tungku dan membalutkan ke perut putra kami yang kurus kerempeng,karena kurang makan dan sering kejang. Sementara istri saya,yang sudah beberapa hari batuk batuk sepanjang hari dan malam,hanya dapat saya berikan ,air remasan dari daun kaca piring yang  saya minta pada tetangga.

Pikiran saya tidak ada digereja,walaupun tubuh saya ada disana, Saya mencoba berdoa,tapi sungguh tidak mudah berdoa dalam pikiran yang kusut dan hati yang risau.

Iri Pada Tuhan

Ketika saat kotak sumbangan atau kolekte di edarkan,saya hanya menggelengkan kepala .Namun ketika saya menenggok,ada yang melemparkan lembaran uang kertas 100 rupiah 3 lembar kedalam kotak sumbangan yang terbuka,saya terpana. Apalagi melirik,yang menyumbang  3 lembar uang ratusan rupiah itu adalah Om,kerabat kami,yang kemarin saya datangi rumahnya untuk minjam uang,tapi tidak dipinjamkan. Dengan alasan sedang membangun rumah Tuhan.

Terbersit rasa iri dalam hati saya ,Membandingkan dengan diri saya,yang harus bangun jam 3 pagi,membuka kulit kelapa dan memarutnya, baru dapat upah 5 rupiah perbutir .Untuk mengumpulkan uang sejumlah 100 rupiah,saya harus kerja keras mengupas 20 buah kelapa berkulit,mengukurnya hingga bersih. Itupun tidak setiap hari akan saya dapatkan.

Bagi orang waras,hal ini tentu dianggap ke kanak kanakan..Tapi bagi siapa yang pernah hidup menderita bertahun tahun, pasti dapat merasakan,bahwa disaat menderita,suasana hati menjadi sangat sensitif dan cepat tersinggung.

Kalau menurutkan kata hati,ingin rasanya saya berlari keluar dari gereja dan meninggalkan Tuhan dengan orang orang kaya yang ada di gereja. Tapi syukurlah saya dapat menahan diri dan berusha untuk berdoa menentramkan hati.

Saya Berjanji pada Diri Sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun