Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Penyebab Terbesar Hancurnya Perusahaan Keluarga

10 Maret 2017   11:58 Diperbarui: 12 Maret 2017   00:00 1390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Penyebab Terbesar Hancurnya Perusahaan Keluarga

Hasrat hati untuk mengubah nasib dan ingin mendirikan perusahaan sendiri, tentu saja merupakan sebuah tekad yang sangat baik. Karena kalau bukan kita yang berusaha untuk mengubah nasib keluarga kita, siapa lagi.

Maka dengan bermodalkan uang dari hasil menjual tanah warisan, perhiasan istri bahkan minjam sana sini,pada awalnya usaha yang dirintis sempat mengalami kemajuan pesat. Semua anggota keluarga adalah pekerja dalam perusahaan ini, untuk menghemat pengeluaran. Suami sebagai kepala rumah tangga menjadi Pimpinan Perusahaan dan istri yang mengelola bagian keuangan sementara  anak anak, maupun sanak keluarga bertindak selaku karyawan. Secara prinsip hal ini sudah benar, daripada baru saja mulai usaha, sudah bergaya boss besar dengan mengaji beberapa karyawan.

Tetapi kebanyakan tidak berlangsung lama. Penyebabnya disamping tidak berpengalaman dalam mengelola usaha yang ditekuni, potensi terbesar hancurnya perusahaan keluarga, adalah mencampur adukan urusan bisnis dengan urusan keluarga.

Business is Business

Kita sudah teramat sering mendengarkan ungkapan "Business is business" , yang oleh sebagian orang diterjemahkan dengan konotasi negatif. Seakan dalam alam pikiran orang berbisnis itu yang ada hanyalah uang semata mata. Tidak lagi memperdulikan hubungan persahabatan, bahkan tidak juga menjaga hubungan kekeluargaan.

Tentu saja setiap orang berhak untuk memiliki interprestasi masing masing terhadap suatu hal. Tetapi sesungguhnya "business is business" yang dimaksudkan adalah "jangan mencampur adukan urusan bisnis dengan urusan keluarga" Dalam kata lain, harus ada batasan yang tegas antara urusan pribadi dengan urusan bisnis. Bila hal ini dilanggar, maka mulailah terjadinya kebocoran demi kebocoran.

Dan ibarat kapal yang lagi berlayar menuju ke tempat tujuannya, digerogoti sana sini dengan kebocoran demi kebocoran akhirnya sebelum tiba di tempat tujuan sudah terkandas dan tenggelam.

Harus Ada Disiplin Tegas

Walaupun uang perusahaan adalah notabene uang pribadi atau uang keluarga sendiri, tapi dalam bisnis ,jangan pernah diaduk aduk. Harus ada pemisahan yang jelas, antara uang untuk kebutuhan hidup keluarga dan uang yang digunakan sebagai cash flow perusahaan. Sekecil apapun pengeluaran pribadi, jangan pernah gunakan uang perusahaan.

Jadi sebagian uang untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak dimasukkan kedalam kas perusahaan. Seperti biasa, dikelola oleh ibu rumah tangga.

Pinjam Uang

Bisa saja terjadi ada kebutuhan pribadi yang mendesak. Masa iya harus pinjam ke orang lain,padahal uang ada di kas perusahaan ? Tentu saja boleh minjam uang kas. tapi harus mengunakan cara cara yang berlaku di dalam sebuah perusahaan yakni mengunakan Kas Bon Pinjaman. Lucu? Bukan untuk lucu lucuan,karena sisa uang kas harus selalu pas. Kalau dipakai atau terpakai,maka harus ada Bukti Kas yang menjelaskan kemana perginya uang kas.Bisa saja merupakan pinjaman.

Nah, yang terjadi selama ini adalah pemikiran yang keliru. Karena menganggap bahwa uang kas adalah "uang kita juga" maka baik suami ,maupun istri dan tidak jarang ,anak anak, main comot uang  dari kas perusahaan. Walaupun penggunaaannya jelas tapi cara yang diterapkan sudah keliru.

Sejak "kebebasan" untuk menggunakan uang perusahaan, sesungguhnya pada saat itulah mulainya perusahaan digerogoti dengan kebocoran demi kebocoran, Dan yang mengerogoti bukan tikus. melainkan diri kita dan keluarga kita.

Disisi lain, ketika berbelanja untuk keperluan kantor perusahaan, selalu harus ada Bukti Pembelian. Ada kalanya tidak memungkinkan minta Bukti Pembelian, kalau cuma berbelanja dipasar,maka wajib membuat Bukti Pengeluaran, dimana tercatat berapa harganya  dan barang apa yang dibeli. Dan sisa uang berapapun kecilnya jangan pernah dikantongi dan terus dilupakan. Harus dikembalikan ke dalam Kas Perusahaan.

Kalau Usaha Maju

Kalau selama ini, seluruh anggota keluarga bekerja, tanpa digaji, karena sebagian dari hasil usaha adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, maka ketika usaha sudah maju, boleh saja diterapkan sistem gaji. Pimpinan perusahaan,bagian keuangan, bagian produksi dan bagian penjualan dan sebagainya, mendapatkan gaji dari perusahaan, tak ubahnya seperti perusahaan lainnya.

Dengan jalan demikian,anggota keluarga juga dapat menabung untuk keperluan pribadinya, tanpa minta minta  atau minjam uang perusahaan.

Menyisihkan Sebagian Keuntungan Perusahaan

Bilamana perusahaan mendapatkan keuntungan yang lumayan,maka setiap tahun, disisihkan untuk  kebutuhan mendadak maupun akan digunakan untuk refershing bagi keluarga.Anggap saja Bonus untuk karyawan.

Hal ini  penting diterapkan agar bilamana suatu waktu ,ada acara keluarga, maka dana yang disisihkan dapat dimanfaatkan ,tanpa mengganggu cash flow atau perputaran uang perusahaan

Bagian Keuangan Perusahaan ,Bukan Kasir

Bagian keuangan perusahaan, bukan kasir. Tugas Kasir atau juru bayar adalah membayar setiap pengeluaran berdasarkan Bukti Pembelian. Tapi bagian keuangan perusahaan, berhak menanyakan untuk apa barang tersebut dibeli dan siapa yang memerintahkan untuk membelinya. Hal ini sangat penting sehingga tidak setiap anggota keluarga diberikan wewenang untuk beli ini dan itu, tanpa setahu bidang keuangan ataupun pimpinan perusahaan.

Belajar Dari Kegagalan,Tak Kalah Pentingnya

Banyak orang  terpukau pada cemerlangnya kesuksesan, sehingga berbondong bondong membayar mahal untuk dapat ikut seminar, bagaimana meraih sukses. Tidak ada seminar :"Mengapa Orang Bisa Gagal ? atau "Bagaimana Mencegah Kegagalan?"

Padahal belajar dari kegagalan orang lain, tak kalah pentingnya, agar jangan sampai kita terperosok pada kesalahan yang sama.

Tulisan ini dibuat, berdasarkan pengalaman pribadi, yang pernah berkali kali jatuh bangun dalam upaya mengubah nasib.

Semoga ada manfaatnya

Tjiptadinata Effendi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun